Alih-alih menghafalkan berbagai pattern seabrek, Anda hanya perlu memperhatikan Head and Shoulders, Wedge, serta Flag sebagai pola andalan untuk mencari sinyal trading.
Chart pattern telah dikenal lama sebagai salah satu metode analisis teknikal tepercaya dalam trading forex. Metode ini bisa Anda gunakan sebagai strategi naked trading maupun dikombinasikan dengan berbagai indikator teknikal. Namun, banyaknya variasi chart pattern yang dapat dianalisis membuat nyali banyak trader pemula ciut.
Nah, Anda tak perlu ikut berkecil hati karena Justin Bennett dari Daily Price Action sudah menawarkan solusi terbaik. Menurut analisis komprehensif yang diujikannya, ada 3 price pattern andalan yang bisa menjadi pola utama, yaitu:
- Pola Head and Shoulders yang menunjukkan sinyal reversal atau pembalikan.
- Pola Wedge yang menunjukkan ketidakpastian dan peluang breakout.
- Pola Flag yang mendeteksi penerusan atau continuation dari trend sebelumnya.
Sekadar informasi, Justin Bennett adalah seorang trader price action yang sudah mengarungi dunia trading selama lebih dari satu dasawarsa. Trader yang sukses menarik perhatian CNN, Bloomberg, dan Stocks & Commodities Magazine ini mengaku bahwa ia berpatokan pada Inside Bar dan Pin Bar saja, sebelum akhirnya menemukan kombinasi analisis candlestick dengan 3 price pattern andalan tersebut.
DI
|
Daftar Isi |
Pola Head and Shoulders
Menurut Bennett, pola Head and Shoulders adalah price pattern andalan yang menempati takhta tertinggi karena tiga alasan berikut:
- Mudah dikenali serta tergolong profitable, asalkan tahu apa yang harus diperhatikan dan bagaimana strategi trading ideal yang diterapkan.
- Bisa merekomendasikan level entry akurat melalui Neckline, karena level tersebut juga terbentuk berdasarkan pengujian titik-titik Low dari 3 gelombang sebelumnya.
- Memuat informasi target profit ideal yang sesuai dengan potensi pembalikan harga.
Bagaimana maksudnya?
Pola Head and Shoulders serta versi kebalikannya (Inverted Head and Shoulders) biasanya terdiri dari 3 gelombang harga yang sekilas tampak seperti susunan torso manusia: kepala dan dua bahu.
Pada pola Head and Shoulders, High pertama (Left Shoulder) memiliki tinggi yang cenderung sejajar dengan High ketiga (Right Shoulders), sedangkan High keduanya (Head) paling menonjol dan memiliki titik tertinggi. Agar valid, poin-poin Low pada price pattern ini tidak boleh terlalu curam sehingga bisa ditarik garis Neckline.
Biasanya, pola Head and Shoulders yang terjadi di penghujung Uptrend dianggap lebih menjanjikan karena diplot sebagai penanda bearish reversal yang ampuh. Berikut ini gambaran pola Head and Shoulders pada pair EUR/USD.
Cara Trading dengan Pola Head and Shoulders
Level Entry:
- Tunggu sampai ada Close harga di bawah Neckline pada time frame H4.
- Tempatkan Entry Sell setelah terjadi retest pada Neckline.
Stop Loss: Gunakan Right Shoulder.
Take Profit: Ukur jarak Neckline dengan Swing High pada Head, lalu gunakan jarak yang sama untuk menentukan Take Profit di bawah harga Entry.
Pada ilustrasi di atas, ukuran jarak Head dengan Neckline adalah 278.4 pips. Dengan pengukuran tersebut, Anda bisa tarik garis lurus dari titik Entry sebesar 278.4 pips juga, sehingga Take Profit berada di titik seperti berikut:
Tantangan Trading dengan Pola Head and Shoulders
Meski menjadi price pattern andalan, pola Head and Shoulders juga kerap menjadi ladang jebakan, terutama bagi trader pemula yang belum lihai mengenali formasinya dengan benar. Pasalnya, menurut Justin Bennett, hal ini terjadi karena faktor trader sendiri yang masih salah mengartikan polanya. Jika sudah lihai, maka tak akan ada masalah berarti.
Satu hal lagi yang harus Anda ingat, sebuah chart pattern bisa disebut sebagai Head and Shoulders jika Left Shoulder dan Right Shoulder-nya berada di level yang cenderung sejajar. Tidak harus lurus, tetapi jika ada kemiringan, pastikan bahwa Bottom-nya tidak membentuk Higher Low atau Lower Low yang terlalu curam.
Untuk memudahkan pemahaman, cermatilah gambar di bawah ini.
Sekilas, gambar tersebut tampak seperti pola Head and Shoulders, di mana High pertama dan ketiga lebih rendah daripada High kedua. Namun, pola tersebut tidak bisa diidentifikasi sebagai Head and Shoulders sesungguhnya karena cenderung menanjak dalam sebuah Uptrend dan tidak menunjukkan perlambatan momentum kenaikan.
Selain itu, Anda juga harus memperhatikan pemasangan target profit. Jika Anda trading dengan pola Head and Shoulders, jangan paksakan untuk menentukan exit di luar proyeksi pembalikan pola ini. Sesuai dengan penjelasan di atas, harga biasanya turun hingga sebesar jarak antara Head dan Neckline. Maka dari itu, jika hasil pengukuran yang didapat hanya sekitar 200 pips misalnya, jangan memaksa untuk mengejar profit sampai 250 pips.
Alih-alih untung, Anda justru akan buntung karena harga kemungkinan berbalik lagi setelah turun 200 pips. Andaikan Anda memiliki money management yang mengharuskan risk reward ratio dengan target tertentu, Anda bisa ubah besaran lot agar nilai keuntungan tetap sesuai dengan manajemen risiko Anda.
Untuk time frame, Justin Bennett menyarankan fokus ke time frame H4 ke atas. Pasalnya, pola Head and Shoulders yang tampak di chart H1 ke bawah tidak benar-benar mencerminkan momentum pasar yang mengarah pada pembalikan harga. Jadi, Anda tidak perlu menganggapnya serius.
Baca juga: Strategi Trading Menggunakan Pola Head and Shoulders
Pola Wedge
Pola Wedge yang dimaksud di sini bukanlah formasi Rising Wedge atau Falling Wedge. Menurut Justin Bennett, pola Wedge yang ia maksud sebagai price pattern andalan merujuk pada nama lain dari Symmetrical Triangle (segitiga simetris) yang mengindikasikan penerusan trend.
Pola Wedge ditandai dengan High harga yang terus menurun, sedangkan Low-nya terus naik. Anda bisa menggarisi High dan Low harga dengan garis-garis yang bersifat sebagai Support dan Resistance. Jika divisualisasikan, maka pergerakan tersebut akan mengerucut membentuk sebuah pola segitiga simetris yang disebut pola Wedge.
Sama seperti Head and Shoulders, pola Wedge yang sempurna terbentuk di time frame H4 atau lebih tinggi. Sebagai price pattern andalan, pola ini juga setidaknya harus punya 3 pengujian harga di level Support dan Resistance.
Sebelum memfavoritkan pola Head and Shoulders, pola Wedge adalah price pattern andalan yang paling disukai Justin Bennett. Menurutnya, pembentukan Wedge relatif lebih cepat daripada Head and Shoulders, tetapi penampakannya lebih jarang muncul di chart. Jika Anda merasa sering menjumpainya, jangan terkecoh karena kebanyakan pola tersebut bukanlah Wedge yang terkonfirmasi.
Apabila Anda bisa mengenali pola Wedge yang sebenarnya, maka sebaiknya antisipasi terjadinya breakout. Pasalnya, harga seringkali bergerak kencang setelah berhasil menembus salah satu Support atau Resistance pola Wedge. Jadi, Anda tidak perlu menunggu retest harga seperti pada pola Head and Shoulders untuk membidik level Entry. Itulah mengapa pola ini menjadi price pattern andalan Justin Bennett.
Cara Trading dengan Pola Wedge
Entry:
- Tunggu sampai harga tertutup di atas Resistance atau di bawah Support.
- Open Buy dari level tertinggi pada ujung pola Wedge, atau
- Open Sell di level terendah dari awal pola Wedge.
Stop Loss:
- Pada posisi Buy, SL bisa ditempatkan di pengujian harga terakhir pada Support.
- Pada posisi Sell, SL bisa ditempatkan di pengujian harga terakhir pada Resistance.
Take Profit: Ukur pergerakan harga yang membentuk pola Wedge. Kemudian, gunakan hasilnya untuk menentukan TP di atas Entry Buy atau di bawah Entry Sell, seperti pada gambar di bawah ini.
Tantangan Trading dengan Pola Wedge
Ada dua kesalahan yang biasa dilakukan trader saat trading dengan pola Wedge:
-
Memaksakan Support Resistance yang membentuk formasi Wedge.
Seringkali, trader mengabaikan Support atau Resistance yang kurang valid hanya untuk menyesuaikan situasi harga saat ini dengan "perspektif Wedge-nya". Padahal, false breakout yang terjadi di salah satu level penting itu adalah sinyal bahwa pola Wedge yang diharapkan telah gagal terbentuk. Untuk menghindari kesalahan ini, selalu pastikan bahwa titik-titik harga yang membentuk pola Wedge tidak tertutup di luar Support atau Resistance. Penembusan sumbu candlestick tidak menjadi masalah, tetapi jangan sampai menganggap valid suatu Support atau Resistance yang sudah di-break oleh body candle.
-
Mengandalkan time frame rendah.
Time frame rendah memang menghasilkan lebih banyak sinyal. Namun, percayalah bahwa hal tersebut tidak lantas menjanjikan profit lebih besar. Menurut Justin Bennett, sinyal di time frame rendah tidak reliable dan membutuhkan aksi cepat yang terkadang malah membuat banyak trader kurang matang dalam mempersiapkan rencana trading. Lanjut Bennett, pola Wedge paling optimal dicari di time frame Daily (D).
Baca juga: Penyebab Eksekusi Trading Plan Gagal Menurut MIFX
Pola Flag
Pola Flag mengisyaratkan penerusan trend. Sesuai namanya, price pattern andalan Justin Bennett yang terakhir ini berbentuk seperti bendera beserta tiangnya. Anda bisa menemukan pola ini saat harga tengah berkonsolidasi dalam sebuah trend. Seringkali, trader pemula salah paham menganggap pembentukan pola Flag sebagai awal reversal. Padahal, ini adalah momen saat buyer atau seller mengumpulkan kekuatan untuk mendorong harga meneruskan trend sebelumnya.
Pola Flag yang terjadi di tengah momen Uptrend biasa dikenal dengan sebutan Bullish Flag. Bentuknya seperti bendera yang menunduk. Sebaliknya, pola Bearish Flag terjadi saat Downtrend dan bentuk benderanya terbalik. Menurut Bennett, Anda bisa memvalidasi pola Flag dengan mencari Support dan Resistance yang harus paralel serta ukuran benderanya tidak boleh lebih besar dari panjang tiangnya.
Jika dibandingkan dengan dua price pattern andalan sebelumnya, pola Flag adalah yang paling mudah ditemui di chart. Meskipun begitu, bukan berarti Anda dianjurkan untuk mentradingkannya di chart rendah. Mau sesering apa pun pola tersebut muncul di time frame rendah, formasi yang tampak di time frame tinggi tetaplah lebih valid.
Tips Trading dengan Pola Flag
Entry:
- Tunggu sampai harga Close di atas Resistance atau di bawah Support pola Flag.
- Open Buy setelah harga retest dari Resistance, atau
- Open Sell setelah harga retest dari Support.
Stop Loss: Targetkan pada bounce harga terakhir dari Support (untuk Open Buy) atau Resistance (untuk Open Sell).
Take Profit: Ukur jarak tiang yang mendahului bendera (swing trend sebelum harga berkonsolidasi), kemudian gunakan hasilnya untuk menentukan jarak TP di atas Entry Buy atau di bawah Entry Sell.
Tantangan Trading dengan Pola Flag
Tidak jauh berbeda dengan 2 price pattern sebelumnya, pola Flag juga bisa menjadi jebakan bagi para trader yang belum terlalu familier, terutama dari segi pelanggaran Support atau Resistance. Padahal, penting sekali untuk memastikan harga tetap dalam koridor level-level tersebut supaya bisa menjadi pola Flag sempurna. Maka dari itu, jangan paksakan Entry sesuai strategi pola Flag jika yang terbentuk di chart adalah formasi harga seperti pada gambar di bawah ini.
Selain itu, jangan nanggung saat menentukan jarak Take Profit. Misalnya, Anda tidak mematok pengukuran besar tiang dari awal konsolidasi, tetapi asal menempatkannya di salah satu titik swing. Kemungkinan besar, Anda merasa terlalu khawatir dengan peluang penerusan trend harga setelah breakout. Padahal, jika Anda mematuhi aturan Entry-nya, maka pengukuran TP yang tanggung seperti itu justru bisa membatasi potensi keuntungan Anda sendiri.
Baca juga: Stop Loss Dan Take Profit, 2 Aspek Penting Dalam Trading Forex
Trading forex dengan price pattern andalan seperti di atas akan sangat cocok bagi Anda yang mengandalkan price action untuk mendapatkan "sinyal mentah" pada chart tanpa indikator. Pola Head and Shoulders, Wedge, dan Flag adalah 3 contoh price pattern andalan terbaik karena dapat menjadi titik awal presisi. Namun selain 3 price pattern tersebut, ada beberapa pattern lain yang cocok bagi para day trader.