Banyak kekeliruan tentang Bitcoin yang beredar di kalangan trader. Apa saja mitos yang beredar dan bagaimana fakta sebenarnya?
Bitcoin adalah salah satu revolusi keuangan modern yang mencuri perhatian pasar. Meskipun saat ini nominal Bitcoin sangat besar, tetapi ketika baru diciptakan oleh Satoshi Nakamoto, harganya hanya $0. Saat itu memang belum ada masyarakat yang tertarik untuk memperjualbelikannya. Seiring berjalannya waktu, nilai Bitcoin pun meroket dan semakin banyak yang tertarik untuk trading Bitcoin. Bahkan, sekarang terdapat ribuan mata uang kripto yang diciptakan dengan harapan dapat menjadi the next Bitcoin.
Banyak yang meyakini bahwa keuntungan trading Bitcoin bisa jauh lebih besar dibandingkan trading aset lainnya. Pernyataan ini memang tak sepenuhnya salah, karena fluktuasi harga Bitcoin tergolong cepat dan signifikan. Namun, itu berarti risiko tradingnya juga lebih besar dibandingkan aset lain. Ini merupakan salah satu dari sekian banyak kekeliruan tentang Bitcoin yang dipercaya. Salah kaprah seperti ini berpotensi membuat trader mengambil langkah yang kurang tepat saat trading Bitcoin.
Seringkali, kekeliruan tentang Bitcoin disebabkan oleh presepsi skeptis dari masyarakat. Tetapi, terkadang hal ini juga bisa disebabkan karena kurangnya edukasi masyarakat tentang mata uang kripto. Akibatnya, tak sedikit trader yang salah kaprah tentang Bitcoin dan berujung merugi karena tidak bisa memanfaatkan Bitcoin sepenuhnya.
Berikut adalah 5 salah kaprah tentang Bitcoin dan klarifikasinya:
DI
|
Daftar Isi |
1. Bitcoin adalah Aset Spekulatif
Salah satu kekeliruan tentang Bitcoin yang cukup sering ditemui adalah bahwa Bitcoin merupakan aset keuangan yang digunakan untuk kegiatan spekulatif. Karena kekeliruan ini, Bitcoin masih dianggap sebagai alat spekulasi dan pelindung kekayaan. Pernyataan ini tak sepenuhnya salah. Tetapi, tujuan utama Bitcoin adalah untuk menjadi alat transaksi modern, karena mata uang kripto sebetulnya diciptakan untuk menjembatani transaksi sekaligus memberi kebebasan penggunanya. Bitcoin sendiri diciptakan sesuai dengan ideologi ekonomi klasik pada umumnya. Maksudnya, semua hal bergerak berdasarkan hukum permintaan dan penawaran.
Baca juga: Harga Bitcoin Terkini
Sayangnya, hingga saat ini Bitcoin belum sepenuhnya bisa memenuhi tujuan utamanya menjadi alat transaksi. Selain ada beberapa negara yang belum menerima Bitcoin sebagai alat tukar, ada beberapa tahap yang harus dilalui supaya suatu aset bisa menjadi alat transaksi. Meskipun begitu, sudah ada beberapa layanan yang menerima Bitcoin sebagai alat pembayaran resmi. Misalnya saja Amazon, platform game, film, aplikasi, hingga booking tiket pesawat dan hotel.
2. Bitcoin Bubble
Banyak yang meyakini bahwa Bitcoin merupakan bubble atau gelembung ekonomi. Maksudnya, nilai Bitcoin akan menguat drastis sebelum akhirnya mengalami depresiasi besar-besaran. Tetapi hal ini merupakan salah satu kekeliruan tentang Bitcoin yang banyak dipercaya orang. Padahal, Bitcon tak jauh berbeda dengan aset keuangan lain yang bisa mengalami apresiasi dan depresiasi dalam nilai. Pergerakan harga naik turun pada suatu aset adalah hal yang wajar. Tetapi, jika trader tidak terlalu memperhatikan, mereka akan mengira pergerakan ini sebagai bubble.
Baca juga: Bitcoin Naik atau Turun? Ketahui Faktor Pendorong Harganya
3. Volatilitas Terlalu Tinggi
Kekeliruan tentang Bitcoin yang kerap kali dipercaya oleh trader baru adalah bahwa volatilitasnya terlalu tinggi. Presepsi ini memang tak sepenuhnya salah, tetapi Bitcoin tak ubahnya seperti pergerakan saham yang baru saja melantai. Umumnya, aset-aset baru seperti itu memang memiliki pergerakan harga yang sangat volatile.
Bitcoin masih tergolong cukup baru di pasaran, jadi tentu saja volatilitasnya masih sangat tinggi. Seiring dengan berjalannya waktu, likuiditas Bitcoin akan terus meningkat. Hasilnya, kapitalisasi pasarnya akan terus naik dan volatilitasnya akan berkurang. Dengan demikian, pergerakan Bitcoin akan semakin stabil seperti halnya aset keuangan lain.
4. Biaya Transaksi Mahal
Biaya trading yang kurang ramah pemula merupakan kekeliruan tentang Bitcoin. Akibatnya, Bitcoin dianggap kurang cocok dijadikan sebagai alat tukar atau alat pembayaran resmi. Memang, pada awalnya biaya transaksi Bitcoin cukup tinggi karena penambangan Bitcoin. Biaya tersebut ada untuk memenuhi kebutukan proses mining dan transaksi lainnya.
Tetapi, biaya transaksi Bitcoin akan semakin turun dalam jangka panjang sering dengan adaptasi BTC sebagai alat tukar. Alasannya adalah karena seiring bertambahnya adaptasi pasar terhadap penggunakan Bitcoin, jaringan yang digunakan akan lebih efisien. Nantinya, jaringan ini akan berkembang dan memungkinkan berkurangnya biaya transaksi. Semakin banyak transaksi yang terjadi, akan semakin rendah biaya yang dibebankan.
5. Forking
Banyak yang meyakini bahwa potensi terjadinya forking di Bitcoin sangat tinggi sehingga berpotensi menimbulkan kompetisi yang dapat membuat harga Bitcoin jatuh. Tetapi, ini merupakan salah satu kekeliruan tentang Bitcoin yang dianut oleh banyak trader. Setelah forking yang memunculkan Bitcoin Cash dari Bitcoin, banyak yangg percaya bahwa Bitcoin Cash akan menggantikan Bitcoin. Padahal, nilai Bitcoin justru naik semakin tinggi dibandingkan Bitcoin Cash.
Forking dan kompetisi tak selalu menjadi penyebab kejatuhan nilai suatu mata uang kripto. Presepsi yang keliru tentang imbas forking ini umumnya datang dari penggemar altcoin yang meyakini bahwa Bitcoin akan jatuh suatu hari nanti.
Baca juga: 10 Jenis Mata Uang Kripto Paling Populer Selain Bitcoin
Lalu, Apa Saja Faktanya?
Kekeliruan tentang Bitcoin yang beredar di kalangan trader dapat menyebabkan salah kaprah tentang aset digital ini. Supaya tidak tersesat, ada baiknya trader mengetahui fakta-fakta terkait Bitcoin di bawah ini:
1. Bitcoin Memiliki Jumlah Terbatas
Fakta Bitcoin yang mungkin belum disadari banyak orang adalah bahwa jumlah Bitcoin terbatas. Jumlah Bitcoin hanya ada sebanyak 21 juta koin saja, dan saat ini sudah ada kurang lebih 18.89 juta Bitcoin yang berhasil ditambang. Itu artinya, hanya tersisa sekitar 2.11 juta Bitcoin yang belum beredar. Jika nantinya Bitcoin sudah sepenuhnya ditambang, koin ini akan menjadi lebih langka lagi. Ini akan menjadikan harga Bitcoin menjadi lebih tinggi lagi.
2. Bitcoin Dapat Kena Pajak
Peraturan mengenai pajak Bitcoin mungkin berbeda-beda tergantung negara masing-masing. Hal ini juga dapat berubah kapan saja tergantung keputusan pemerintah. Indonesia sendiri baru saja merilis peraturan mengenai pajak dari aset kripto. Pajak yang ditarik adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh). Pemajakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 68 tahun 2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas transaksi perdagangan aset kripto yang dirilis pada 5 Maret 2022.
Baca juga: Bagaimana Cara Menghitung Pajak Kripto di Indonesia?
3. Bitcoin Tidak Bisa di-Banned Sepenuhnya
Sejumlah negara telah berdiskusi untuk melarang aset kripto, termasuk Bitcoin. Masalah ini mungkin erat kaitannya dengan kebijakan negara masing-masing. Tetapi, hal ini tidak bisa sepenuhnya dilakukan. Salah satu alasannya adalah karena Bitcoin dan aset kripto lain disimpan dalam sebuah dompet digital yang disebut wallet. Siapapun bisa membuat dan memiliki wallet karena sifatnya virtual. Secara logika, semua penduduk negara dapat melakukan trading kripto kapan pun dan di mana pun. Pada akhirnya, negara hanya bisa menetapkan regulasi saja.
4. Tidak Ada yang Tahu Siapa Pencipta Bitcoin
Hal yang paling misterius tentang Bitcoin adalah tidak ada yang mengetahui siapa penciptanya. Orang-orang hanya mengetahui bahwa aset ini dibuat oleh sosok bernama Satoshi Nakamoto. Tetapi, siapa itu Satoshi Nakamoto, bagaimana wajahnya, apa kewarganegaraannya, tidak ada yang bisa menjawab. Ada beberapa orang yang mengaku sebagai Satoshi Nakamoto, tetapi tidak satu pun dari mereka yang dapat membuktikannya. Rumornya, saat ini jumlah kekayaan Satoshi Nakamoto berjumlah sekitar 1 miliar Bitcoin.
Meskipun penuh pro kontra, tak bisa dipungkiri bahwa trading Bitcoin memang menguntungkan. Bahkan, saat ini ada beberapa tokoh yang berhasil sukses berkat Bitcoin.