Hancurnya pasar kripto tak membuat bank sentral kehilangan minat untuk tetap melanjutkan pengembangan mata uang digitalnya atau sering disebut CBDC. Seperti apa CBDC itu?
Seperti yang kita ketahui, salah satu perkembangan utama di bidang ekonomi adalah blockchain dan cryptocurrency. Tingginya minat investor besar dunia terhadap kedua teknologi tersebut membuat berbagai pihak otoritas dunia, terutama bank sentral, mencoba ikut serta dalam pengembangan mata uang digital mereka masing-masing, seperti yang terjadi pada Bank Indonesia dengan Rupiah Digital-nya.
Daripada hanya meningkatkan metode pembayaran saat ini, pengembangan mata uang digital bank sentral atau Central Bank Digital Currencies (CBDC) dirasa jauh lebih efektif dan efisien, terlebih jika CBDC tersebut menggunakan teknologi blockchain, sama seperti cryptocurrency.
Dengan menggunakan teknologi blockchain, CBDC juga diharapkan dapat membendung atau bahkan mengontrol penggunaan mata uang kripto yang selama ini menjadi "musuh" bagi sebagian bank sentral dan pemerintah dunia karena sifat terdesentralisasi maupun anonimitasnya.
Bagaimana konsep dasar dari CBDC ini? Lalu, seperti apa pengimplementasian teknologi blockchain yang diharapkan oleh bank sentral dan pemerintah di dunia? Artikel ini mencoba menjelaskan pertanyaan tersebut secara singkat, padat, dan jelas.
DI
|
Daftar Isi |
Apa Itu CBDC?
Seperti yang sudah dituliskan di atas, CBDC adalah singkatan dari Central Bank Digital Curriencies (Mata Uang Digital Bank Sentral). Sebagai mata uang yang dikeluarkan oleh bank sentral, CBDC tentu dikembangkan untuk menjadi alat pembayaran sah dalam suatu negara.
Hal ini diprediksi akan menggantikan peranan mata uang kartal secara pelan-pelan. Selain itu, CBDC juga diklaim memiliki berbagai manfaat, di antaranya memungkinkan proses transaksi menjadi lebih cepat, fleksibel, dan berbiaya rendah, serta memudahkan sistem pengiriman uang di dalam atau antar negara.
Terlepas dari berbagai spekulasi manfaat tersebut, konsep kerja dasar CBDC ini sebenarnya belum bisa dipastikan secara jelas dan umum. Pemicu utamanya adalah banyak perbedaan informasi yang jelas dari berbagai bank sentral mengenai CBDC.
Katakanlah seperti e-Yuan, pemerintah Cina mengklaim bahwa CBDC yang saat sedang mereka uji coba menggunakan teknologi blockchain dan akan menggantikan peranan mata uang fisik Yuan sendiri.
Sementara pada kasus Euro Digital, sebagian pakar ekonomi Eropa masih meragukan penggunaan teknologi blockchain tersebut karena statemen mengambang para pejabat ECB (European Central Bank). Bahkan dalam situs ECB, dikatakan bahwa kehadiran Euro Digital hanya akan menjadi pelengkap mata uang Euro sebagai alat pembayaran.
Namun, bagaimana bila pada akhirnya seluruh bank sentral dunia sepakat untuk mengembangkan CBDC mereka menggunakan teknologi blockchain yang sama? Seperti apa pengimplementasian blockchain yang mereka inginkan? Beberapa sumber mengatakan, penggunaan teknologi blockchain akan tetap menjadi kemungkinan utama dalam pengembangan CBDC.
Hal ini disebabkan oleh potensi fitur pengembangan blockchain yang masih banyak bisa diekplor dan dioptimalkan. Jadi, jika memang nantinya CBDC menggunakan blockchain sebagai dasar pembuatan, maka kemungkinan mata uang digital ini akan menggunakan blockchain tipe hybrid dengan fitur-fitur yang menguntungkan, seperti berikut ini:
1. Ditributed Ledger Technology (DLT)
Distributed Ledger Technology (DLT) merupakan sebuah protokol yang memungkinkan keamanan basis data digital terdesentralisasi. Jaringan terdistribusi ini, menghilangkan kebutuhan pengawasan dari otoritas pusat agar tidak terjadi manipulasi. Dengan menggunakan teknologi kriptografi, DLT dimungkinkan menyimpan semua informasi secara aman dan akurat.
Hal yang sama dapat diakses dengan menggunakan "kunci" dan pengaman dari kriptografi. Setelah informasi tersebut tersimpan, ia menjadi database yang tidak dapat diubah dan diatur oleh jaringan luar. Dengan kata lain, Distributed Ledger Technology sebenarnya merupakan gagasan jaringan "terdesentralisasi" melawan mekanisme "terpusat" yang konvensional.
Loh, kalau DLT biasa dipakai untuk melawan mekanisme terpusat seperti bank sentral, lalu kenapa justru mau dipakai oleh pihak otoritas tersebut? Jangan lupa bahwa blockchain memiliki berbagai tipe, salah satunya adalah hybrid yang merupakan gabungan dari private blockchain dan public blockchain.
Hybrid blockchain merupakan jaringan semi-private yang dikelola oleh satu organisasi atau pengembang, maka blockchain tipe ini bersifat terpusat seperti private blockchain namun juga transparan pada para pengguna layaknya public blockchain. Dengan fitur itu, pihak otoritas dapat mengatur data apa saja yang dapat diakses dan dirahasiakan dari pengguna.
Selain itu, karena DLT merupakan sistem umum yang ada pada teknologi blockchain, maka penggunaan DLT tersebut disinyalir sebagai upaya pengaturan dan pelacakan transaksi para pengguna CBDC oleh bank sentral secara efisien dan efektif. Selama ini, bank perlu menyimpan dan mengelola catatan keuangan dalam satu database pusat secara manual untuk dapat melacak uang.
Namun dengan DLT, seluruh catatan keuangan akan tercatat dan tersimpan secara otomatis, sekaligus tidak dapat dimanipulasi. Hal tersebut akan membuat tugas bank sentral atau pihak otoritas yang lain semakin mudah, hanya tinggal membaca catatan dalam blockchain bila mencurigai suatu transaksi.
2. Kendali Suplai
Seperti yang telah dijabarkan di poin sebelumnya, bila CBDC menggunakan hybrid blockchain maka bank sentral masih akan memiliki kendali penuh pada total jumlah suplai mata uang digital mereka. Bitcoin memiliki batasan 21 juta koin yang telah ditentukan dari awal smart contract-nya, hal ini membuat pihak manapun mustahil untuk mengubahnya. Namun dengan sistem terpusat dari hybrid blockchain, pihak otoritas akan tetap memiliki kendali pada waktu dan jumlah uang yang dikeluarkan ataupun ditambahkan ke persediaan.
3. Biaya Rendah dan Efisiensi Tinggi
Bayangkan jika seluruh pihak bank sentral telah mengembangkan CBDC pada jaringan yang sama, maka biaya dan proses transfer uang akan semakin murah dan cepat. Selain itu, CBDC juga bisa meminimalkan biaya pencetakan, pengangkutan, penyimpanan, dan pembuangan uang kertas yang cukup tinggi.
Ragam Jenis CBDC
Berdasarkan beberapa sumber, CBDC terbagi menjadi dua jenis berdasarkan tujuan penggunaannya, yakni CBDC grosir atau wholesale dan CBDC ritel.
Lembaga keuangan biasanya menggunakan CBDC grosir, di mana konsepnya mirip seperti simpanan dana cadangan di bank sentral. Jadi, bank sentral akan memberikan sebuah rekening kepada lembaga keuangan tersebut untuk menyimpan dana cadangan mereka, kemudian digunakan sebagai penyelesaian transfer uang antar bank.
Sementara untuk CBDC ritel, jenis ini digunakan oleh konsumen dan bisnis, layaknya mata uang kartal. Bedanya, CBDC ritel bisa menghilangkan risiko perantara, bahwa penerbit mata uang digital swasta bisa bangkrut dan kehilangan aset pelanggannya.
Berawal dari hal tersebut, CBDC ritel kemudian terbagi lagi menjadi dua jenis lagi, di mana ada yang bisa dikembangkan dan digunakan secara bersama-sama dalam sistem perekonomian. Jenis tersebut CBDC berbasis token dan berbasis akun.
Untuk CBDC berbasis token bisa diakses dengan 'kunci’ yang dimiliki baik pihak pribadi ataupun publik. Jenis ini memungkinkan penggunanya untuk bertransaksi secara anonim. Sementara CBDC berbasis akun tidak memungkinkan penggunanya untuk bertransaksi secara anonim, sebab ada kewajiban identifikasi digital untuk mengakses akun milik pengguna.
Tantangan CBDC di Masa Depan
Sebagai pengembangan keuangan yang relatif baru, CBDC masih perlu usaha lebih untuk mempertahankan reputasi dan keamanan bebas risiko dari serangan siber. Untuk mengatasi masalah ini, sistem AML (Anti Money Laundering), CTF (Capture The Flag), dan KYC (Know Your Customer) pada CBDC harus diperketat semaksimal mungkin. Namun dengan demikian, CBDC juga dapat dianggap berpotensi membuat masalah privasi dalam transaksi ritel.
Tidak seperti beberapa mata uang kripto seperti koin privat, mata uang digital ini tidak dapat memberikan anonimitas karena semua transaksi dapat dilacak. Selain itu, masih banyak pihak yang juga mempertanyakan apakah pemerintah akan membocorkan data pengguna ke pihak lain, atau justru malah mengeksploitasi data untuk target iklan politik.
Sementara itu, dampak langsung terhadap kebijakan moneter masih belum jelas dan masih diperdebatkan. Sebagian besar perdebatan tersebut sebenarnya terletak pada kecenderungan non-bank yang memiliki CBDC.
Penggunaan CBDC berpotensi menyebabkan substitusi simpanan bank, jika non-bank menganggap CBDC lebih unggul dari simpanan bank. Hal ini akan menyebabkan penurunan basis simpanan bank, dan dapat mengurangi kapasitas bank untuk mendanai operasi kredit.
CBDC adalah tentang modernisasi uang bank sentral dan infrastruktur pasar keuangan inti sekaligus memastikan tugas bank sentral dapat terus berjalan di tengah meningkatnya digitalisasi pembayaran.