El Salvador menjadi negara pertama yang melegalkan mata uang kripto sebagai alat pembayaran resmi selain dolar AS. Seperti apa penerapannya di lapangan? Bagaimana reaksi masyarakatnya?
Di saat negara-negara lain di dunia masih memperdebatkan peluang dan risiko penggunaan mata uang kripto, El Salvador justru melegalkan Bitcoin sebagai alat pembayaran sah kedua di negara tersebut setelah dolar AS.
Sejak hari Selasa, 7 September 2021 silam, koin digital kontroversial tersebut dapat digunakan untuk melakukan berbagai jenis transaksi sehari-hari di El Salvador, termasuk pembayaran pajak tahunan atau sekedar untuk membeli secangkir kopi di kafe terdekat.
Sebagai negara pertama yang mengeluarkan kebijakan tersebut, El Salvador mendapat banyak sorotan, baik yang positif maupun negatif.
Di satu sisi, kebijakan Presiden Nayib Bukele ini disambut antusias oleh para pengguna kripto di berbagai tempat. Di sisi lain, banyak masyarakat yang cemas terhadap ketidakpastian nilai uang kripto untuk jangka panjang.
Pelajari di sini: Bitcoin Naik atau Turun? Ketahui Faktor Pendorong Harganya
Volatilitas harga yang tinggi dan kurangnya jaminan keamanan dari institusi terpercaya semakin menambah kekhawatiran mereka. Lantas, mengapa pemerintah El Salvador tetap mengeluarkan kebijakan tersebut dan mendukung penggunaan Bitcoin?
Alasan Penggunaan Mata Uang Kripto
Pada tahun tahun 2001, El Salvador melegalkan dolar AS untuk memastikan stabilitas moneter yang gagal diwujudkan oleh mata uang nasionalnya, Colon.
Kebijakan ini terbukti berhasil menurunkan tingkat inflasi hingga 10% di tahun 1977 dan 1995. Inflasi bahkan bisa mencapai angka nol di tahun 2015. Hal ini adalah sebuah pencapaian yang jarang terjadi di wilayah Amerika Latin.
Dua dekade setelah meresmikan penggunaan dolar AS, Presiden Bukele memutuskan untuk melegalkan mata uang kripto yang dikenal tidak stabil dan berisiko tinggi. Ia mengatakan bahwa koin digital dapat mempromosikan inklusi ekonomi bagi seluruh warga.
Hal ini dianggap penting karena sekitar 70% masyarakat El Salvador saat ini tidak memiliki akses terhadap layanan finansial konvensional.
Oleh karenanya, penggunaan Bitcoin diharapkan dapat memberi kemudahan akses terhadap berbagai layanan finansial dengan harga yang lebih terjangkau, utamanya untuk transaksi-transaksi lintas batas seperti pengiriman uang remitansi.
Dalam salah satu pernyataan yang telah diterjemahkan dari Bahasa Spanyol, Presiden Bukele menganggap bahwa El Salvador berhak untuk berkembang menuju kemajuan Dunia Pertama. Menurutnya, hal ini hanya dapat diraih jika El Salvador berani mematahkan paradigma-paradigma di masa lalu.
Penggunaan Bitcoin di El Salvador
Sebagai gerakan awal untuk mendorong pemakaian Bitcoin, pemerintah El Salvador merilis aplikasi dompet digital bernama Chivo dan mengeluarkan subsidi dana sebesar $200 juta (Rp2.9 triliun).
Setiap orang yang mengunduh aplikasi tersebut dan mendaftarkan dirinya, secara otomatis akan mendapat $30 (Rp450,000) dalam bentuk Bitcoin. Hingga kini, aplikasi tersebut telah diunduh sebanyak empat juta kali di negara berpenduduk 6.5 juta jiwa tersebut.
Tidak hanya itu, pemerintah juga memasang 200 mesin ATM Bitcoin di seluruh penjuru negeri untuk memudahkan masyarakat yang ingin menukarkan uangnya dengan Bitcoin.
Terdapat pula promosi-promosi lain seperti pendirian rumah sakit khusus hewan yang menawarkan berbagai layanan kesehatan, termasuk pemeriksaan dan bahkan operasi kompleks hanya dengan harga 25 sen. Namun, syaratnya adalah pembayaran harus dilakukan melalui aplikasi Chivo dan utamanya menggunakan Bitcoin.
Cek di sini: 3 Cara Tukar Bitcoin yang Wajib Kalian Tahu
Mengenal Pantai Bitcoin
Hal menarik lainnya terjadi di suatu daerah di bagian selatan El Salvador bernama El Zonte, yang terkenal sebagai tempat berselancar dan memancing. Pada tahun 2019, seorang donor anonim memberi sumbangan dalam bentuk Bitcoin untuk warga setempat.
Tidak ada yang tahu siapa identitas asli dari pendonor tersebut. Ia hanya berpesan bahwa mereka dapat menyimpan koin digital pemberiannya, asalkan tidak ditukar menjadi Dolar.
Sejauh ini, warga El Zonte telah menerima sumbangan dana sekitar $350,000 (Rp5.1 miliar) dari sang pendonor misterius. Tujuannya adalah untuk menciptakan ekonomi sirkular berbasis Bitcoin pertama di dunia. Artinya, masyarakat dapat menggunakan Bitcoin untuk segala jenis transaksi dan menerapkan sistem uang internet peer-to-peer.
Misi itu dapat dikatakan cukup berhasil di kota yang kini dijuluki Pantai Bitcoin tersebut. Sejumlah bisnis mengaku bahwa pendapatan mereka mengalami peningkatan sebesar 30% akibat banyaknya turis yang datang setelah menonton video-video YouTube. Mereka tertarik karena ingin merasakan sendiri mudahnya penggunaan Bitcoin untuk transaksi saat berlibur.
Tekanan Publik dan Internasional
Kebijakan Bukulele menuai banyak pendapat kontra. Menurut survei yang diadakan oleh Central American University, sekitar 67.9% masyarakat El Salvador tidak setuju dengan diresmikannya kripto sebagai alat pembayaran yang sah. Sebagian besar dari para responden juga mengatakan bahwa mereka masih belum memahami cara kerja kripto dengan baik.
Pemerintah mengatakan bahwa tidak ada rencana untuk memaksa para pengusaha menerima Bitcoin, meskipun seharusnya mereka tetap melakukannya sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku. Pemerintah hanya giat mengeluarkan insentif agar masyarakat tertarik.
Kritik untuk El Salvador rupanya tidak hanya datang dari masayarakat domestik, tapi juga dari para regulator finansial internasional. Dana Moneter Internasional (IMF) telah memperingatkan Presiden Nayib Bukele terkait risiko yang dapat ditimbulkan mata uang kripto terhadap negara.
Dilansir dari The New York Times, IMF bersama dengan Bank Dunia mulai mempertimbangkan untuk membuat perjanjian finansial terpisah bagi El Salvador. Kedua lembaga tersebut mengatakan bahwa penggunaan Bitcoin dapat membuat suatu negara lebih rentan terhadap pencucian uang dan aktivitas terlarang lainnya.
Baca juga: Co-Founder Ethereum Ingatkan Bahaya Di Balik Industri Kripto
Dampak Jatuhnya Nilai Kripto
Terlepas dari kritikan-kritikan di atas, keadaan pasar kripto saat ini tampaknya juga kurang kondusif bagi kebijakan El Salvador. Pasalnya, nilai mata uang kripto terus mengalami penurunan hingga miliaran dolar. Gejolak tersebut juga berdampak pada penurunan nilai Bitcoin dalam beberapa bulan terakhir.
Hal ini semakin memunculkan pertanyaan dan skeptisme terkait kelangsungan ekonomi El Salvador, utamanya karena pemerintah telah mengeluarkan subsidi sebesar hampir $100 juta (Rp1.4 triliun) untuk membeli Bitcoin.
Kecil kemungkinannya bagi negara-negara lain akan mengikuti jejak El Salvador dan mengambil risiko yang begitu besar. Akan tetapi, terdapat indikasi bahwa bank-bank sentral di dunia akan meluncurkan mata uang digital mereka sendiri untuk menggabungkan manfaat dari mata uang kripto dan tradisional.
Sebuah perusahaan konsultan keuangan PWC menuliskan laporan tentang apa yang disebut dengan Mata Uang Digital Bank Sentral (CBDC). Menurut laporan tersebut, saat ini terdapat 60 otoritas negara yang sedang mengembangkan CBDC dan 88 persen di antaranya telah mendaftarkannya pada blockchain.
Penggunaan mata uang digital sebagai pendamping uang fiat sepertinya akan semakin sering terjadi ke depannya. Meskipun agak mustahil untuk mengambil langkah "nekat" seperti El Salvador, Indonesia juga dikabarkan tengah mengembangkan Rupiah Digital. Siapkah kalian menghadapi perubahan pada tren perbankan di masa depan?