Harga minyak berupaya memangkas kerugian yang diderita pekan lalu, meski dibayangi melambatnya permintaan dan prospek suku bunga The Fed.
Harga minyak dunia menguat tipis pada perdagangan hari Senin (08/Agustus). Minyak Brent menguat 0.36 persen secara harian di harga $94.69 per barel, sejalan dengan minyak WTI yang menguat 0.50 persen pada kisaran $88.97 per barel.
Sepanjang pekan lalu, minyak mentah merosot di bawah level psikologis $100 per barel karena mendapat tekanan jual masif dari penguatan Dolar AS dan ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed.
Baca juga: The Fed Optimis, Pasar Kripto Digoyang Pemecatan Robinhood
Perlu diketahui, prosek suku bunga kembali bersinar menyusul pernyataan beberapa petinggi The Fed yang menyuarakan komentar hawkish. Harga minyak semakin mendapat tekanan setelah rilis data NFP AS bulan Juli yang menorehkan pencapaian ciamik. Tidak tanggung-tanggung, perekonomian AS bulan lalu berhasil menambahkan 528k pekerjaan, dua kali lipat dibandingkan konsensus pasar sebelumnya. Apiknya data NFP ini menandakan bahwa kondisi perekonomian AS tidak sesuram ekspektasi pasar dan menopang kebijakan suku bunga yang lebih tinggi. Dolar AS pun di atas angin dan menekan pergerakan harga minyak.
Satu lagi katalis yang membebani pergerakan minyak adalah prospek penurunan permintaan dari China. China yang merupakan konsumen utama minyak mentah dunia saat ini sedang mengalami perlambatan. Hal ini terkonfirmasi dari rilis data Manufaktur bulan Juli yang berkontraksi. Impor China juga mengalami perlambatan hingga menyentuh angka terendah kedua sejak awal tahun ini.
Selanjutnya, perhatian pasar akan tertuju pada rilis data inflasi AS, China, dan kawasan Eropa. Rentetan data fundamental ini berpotensi menentukan pergerakan harga minyak dalam jangka pendek. Apabila rilis inflasi AS lebih tinggi dari ekspektasi, maka Dolar AS akan menguat dan harga minyak kemungkinan besar akan semakin tertekan.