Harga minyak mengawali pekan ini dengan kenaikan berkat langkah China yang kembali membuka pembatasan setelah menerapkan kebijakan COVID selama 3 tahun terakhir.
Harga minyak mentah menguat pada hari Senin (09/Januari) setelah pemerintah China membuka sepenuhnya wilayah mereka untuk wisatawan internasional. Ini merupakan yang pertama kalinya sejak China menerapkan kebijakan ketat untuk membatasi penyebaran COVID pada awal 2020 lalu.
Pasar melihat pembukaan pembatasan akan kembali mendongkrak perekonomian China yang sempat melambat akibat kebijakan Zero-COVID. Aktivitas ekonomi yang mulai bergeliat akan mendorong permintaan minyak global, mengingat China adalah salah satu importir minyak terbesar di dunia.
Oleh karena itu, tak heran jika minyak Brent menguat 1.11 persen pada kisaran $79.34 per barel, sementara WTI (West Texas Intermediate) naik 1.2 persen ke $74.52 per barel.
Keputusan pemerintah China dalam membuka kembali pembatasan menjadi indikasi kuat bahwa negeri pimpinan Xi Jinping itu telah sepenuhnya meninggalkan kebijakan Zero-COVID. Langkah ini terbilang berani karena fakta menunjukkan masih ada lonjakan kasus COVID di beberapa wilayah China.
Terlepas dari kekhawatiran tersebut, sejumlah pakar memperkirakan ekonomi China akan kembali normal seperti kondisi pra-COVID. Tak tanggung-tanggung, outlook ini mengungkit proyeksi harga minyak untuk dapat kembali naik hingga di atas $100 per barel pada tahun ini.
Baca juga: Harga Minyak Ditopang Kebijakan China, Pasokan AS Terancam
Fokus Pasar Akan Kembali ke AS
Setelah naik turun mengikuti perkembangan kebijakan COVID di China, para investor di pasar minyak akan kembali mencermati rilis data ekonomi AS untuk mengukur dampak pergerakan Dolar terhadap harga minyak.
Minggu ini, inflasi konsumen (CPI) AS dijadwalkan rilis pada hari Kamis mendatang. Apabila data CPI kembali turun, maka sentimen ini akan mendukung prospek perlambatan rate hike pada pertemuan FOMC selanjutnya. Apalagi, data ketenagakerjaan AS akhir pekan lalu dibebani oleh performa upah rata-rata per jam yang melambat di bawah ekspektasi.
Dengan laju kenaikan suku bunga yang lebih lambat, maka tekanan terhadap perekonomian AS akan berkurang dan permintaan minyak berpotensi meningkat.