Harga minyak terkoreksi dari reli akhir tahun setelah prospek permintaan minyak terbebani oleh risiko resesi global dan lonjakan kasus COVID di China.
Harga minyak mentah melemah pada perdagangan Selasa (03/Januari) menyusul berkembangnya kekhawatiran pasar terhadap perlambatan ekonomi dan krisis COVID di China. Pada saat berita ditulis, minyak Brent melemah 0.52 persen pada kisaran $85.50 per barel, sementara minyak mentah WTI melemah 0.63 persen di $79.91 per barel.
Akhir tahun lalu, harga minyak sempat melonjak signifikan karena optimisme pasar terkait dilonggarkannya kebijakan COVID di China dan manuver Rusia dalam menyetop penjualan minyak ke sejumlah negara.
Akan tetapi, minyak harus menghadapi tekanan jual yang cukup masif di awal tahun ini setelah dihantam oleh pernyataan Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva. Menurutnya, sekitar sepertiga dunia akan menghadapi resesi ekonomi pada tahun 2023. Dengan negara-negara maju seperti AS dan China yang juga berisiko menghadapi perlambatan tajam, tahun 2023 akan menjadi tahun yang lebih sulit dibanding 2022.
China Harus Bisa Atasi Lonjakan Kasus COVID
Presiden China Xi Jinping memperingatkan potensi tantangan yang harus dihadapi setelah fase baru dalam kebijakan COVID dimulai. Salah satunya adalah lonjakan kasus COVID yang disebabkan oleh pelonggaran kebijakan.
Agar tidak menghalangi proses pemulihan ekonomi, pemerintah China perlu mengendalikan situasi itu sebaik mungkin. Jika tidak, langkah pelonggaran kebijakan COVID justru akan menjadi bumerang yang dapat menekan prospek permintaan minyak dari China. Fenomena tersebut juga dapat melambungkan Dolar AS sebagai safe haven dan semakin menekan harga minyak.
Baca juga: Harga Minyak Hari Ini
Sebagian analis saat ini sudah memperkirakan jika China akan menghadapi perlambatan ekonomi yang lebih buruk apabila gagal menanggulangi lonjakan kasus COVID. Sebagai informasi, ekonomi China tumbuh 4.4 persen pada tahun 2022, lebih baik ketimbang proyeksi pasar.