Harga minyak turun setelah China menyatakan tidak ada niatan untuk melonggarkan kebijakan Zero COVID. Pasar pun khawatir dengan prospek permintaan minyak ke depan.
Harga minyak mentah dunia terpantau melemah setelah China kembali menekankan komitmen Zero COVID yang memudarkan prospek permintaan. Pada saat berita ini ditulis, minyak Brent bergerak pada kisaran $98.71 per barel, sementara minyak mentah AS berada pada kisaran $91.84 per barel. Keduanya sama-sama terkoreksi dari lonjakan yang terbentuk akhir pekan lalu.
Setelah dirumorkan akan mulai melonggarkan pembatasan terkait kasus COVID, pejabat China justru menegaskan bahwa mereka akan mempertahankan kebijakan yang mereka terapkan selama ini. Hal itu menghancurkan harapan rebound permintaan minyak dari China yang notabene merupakan negara konsumen energi terbesar di dunia.
Analis CMC Markets, Tina Teng, berkomentar bahwa, "Harga minyak turun pada pembukaan awal pekan karena ditekan oleh pernyataan terbaru pejabat China yang berjanji akan berpegang teguh pada kebijakan Zero COVID. Di samping itu, kenaikan kembali kasus infeksi di sejumlah kawasan China berpotensi memicu pembatasan kembali sehingga meredupkan prospek permintaan minyak."
Dalam beberapa bulan terakhir, langkah Zero COVID yang diterapkan pemerintah China selama ini memang menjadi salah satu katalis dominan dalam perlambatan ekonomi di negara tersebut. Selain aktivitas manufaktur dan jasa yang sama-sama terkontraksi, ekspor China belum menunjukkan perbaikan kinerja seiring dengan permintaan global yang terus melemah.
Kenaikan Minyak Dinilai Sudah Jenuh
"Pasar masih menghadapi tanda-tanda melemahnya permintaan karena harga minyak yang dinilai sudah tinggi. Selain itu, harga minyak juga dibayangi oleh latar belakang pasar negara maju yang lemah," kata seorang analis ANZ dalam sebuah catatan. Ia merujuk pada permintaan Eropa dan AS yang telah turun kembali ke level 2019.
Analis tersebut memperkirakan jika permintaan global pada kuartal IV/2022 hanya akan meningkat sebesar 0.6 juta barel per hari (bph) dari periode yang sama pada tahun lalu. Hal ini mengindikasikan permintaan minyak sejauh ini masih belum sepenuhnya solid. Akan tetapi, prospek harga minyak ke depan masih dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti pergerakan Dolar AS dan kebijakan OPEC+ dalam mengatur output minyak negara-negara anggotanya.