Inversi yield obligasi adalah yang paling jarang terjadi di antara jenis kurva lainnya. Sekalinya muncul, pasar bisa gempar karena kurva ini dianggap sebagai sinyal resesi.
Konon, inversi yield obligasi adalah sinyal akurat terjadinya resesi di AS sejak akhir Perang Dunia II. Banyak yang mewanti-wanti agar para trader dan investor selalu memerhatikan fenomena ini.
Secara definisi, Inversi yield obligasi adalah kurva yang menunjukkan suatu obligasi jangka panjang memberikan yield lebih rendah dibandingkan obligasi berjangka lebih pendek. Mengenali bentuk kurva ini sangat penting karena mayoritas pasar sepakat mewaspadainya sebagai tanda resesi ekonomi. Adapun tanda-tanda resesi biasanya dikenali lewat gejala berikut:
- Pasar saham memburuk
- Kontraksi ekonomi
- Suku bunga meningkat
- Inflasi
- Lapangan kerja menurun
Lantas, bagaimana inversi yield obligasi dapat memberikan peringatan resesi? Bagaimana cara membacanya?
Memahami Kurva Yield Obligasi
Inversi yield obligasi ditandai dengan kurva yang menurun. Dalam ilmu ekonomi, kurva yield (yield curve) adalah grafik yang ditarik dari plot suku bunga beragam obligasi dengan peringkat kredit sama, tetapi memiliki jatuh tempo berbeda-beda dalam kurun waktu tertentu.
Apa maksudnya "obligasi yang memiliki peringkat kredit sama"?
Obligasi yang memiliki peringkat kredit sama merujuk pada beragam obligasi yang diterbitkan oleh satu entitas. Misalnya, oleh pemerintah AS, pemerintah Jepang, dan sebagainya.
Kurva yield umumnya terdiri dari 3 jenis dengan penjelasan sebagai berikut:
-
Normal yield curve
Obligasi jangka panjang memberikan yield lebih tinggi daripada obligasi berjangka lebih pendek. Hal ini disebabkan oleh risiko waktu yang ditanggung pemilik obligasi berjangka panjang dianggap lebih besar daripada pemilik obligasi berjangka pendek. Kurva yield normal cenderung menuju ke arah yang lebih tinggi. -
Inversi/inverted yield curve/negative yield curve
Menggambarkan obligasi jangka panjang memberikan yield lebih rendah daripada obligasi berjangka lebih pendek. Garisnya akan berkebalikan dengan kurva normal. -
Mendatar/flat yield curve
Bentuk kurvanya mendatar atau cembung, karena adanya selisih amat kecil antara yield obligasi jangka panjang dan jangka pendek. Jika inversi yield obligasi dianggap sebagai sinyal resesi, kurva flat sering dianggap sebagai sinyal transisi ekonomi dari satu siklus ke siklus berikutnya; entah itu dari kondisi ekspansif menjadi kontraksi maupun dari kontraksi ke ekspansif.
Dari ilustrasi di atas, Anda bisa melihat perbedaan tiga jenis kurva yield. Tampak bahwa kurva normal mengarah ke atas, inversi ke arah terbalik, dan flat cenderung mendatar. Di antara ketiga jenis kurva tersebut, kurva inversi yield obligasi adalah yang paling kontroversial dan jarang terjadi.
Baca juga: Risiko Obligasi: 4 Hal Ini Harus Diwaspadai Investor
Inversi Yield Obligasi Pemerintah AS
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, inversi yield obligasi adalah kondisi ketika obligasi jangka panjang memberikan yield lebih rendah dibandingkan obligasi berjangka lebih pendek, padahal keduanya memiliki peringkat kredit sama.
Selain itu, ada pula yang disebut dengan inversi yield obligasi parsial. Kondisi ini menunjukkan bahwa hanya beberapa obligasi jangka pendek yang memberikan yield lebih tinggi daripada obligasi berjangka panjang.
Kurva yield yang paling populer dibuat berdasarkan yield obligasi pemerintah AS (US Treasury) bertenor 3 bulan, 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun, dan 30 tahun. Kurva yield ini sering digunakan sebagai indikator pertumbuhan output dan ekonomi Amerika Serikat.
Seperti yang Anda ketahui, AS adalah negara adidaya yang memiliki hubungan dagang raksasa dengan ratusan negara lain di seluruh dunia. Jadi, tak heran jika inversi yield obligasi AS menjadi isu bertaraf internasional.
Secara historis, para pakar ekonomi telah meneliti inversi yield obligasi selama beberapa dekade. Di tahun 1960-an, Ruben Kessel dari NBER (National Bureau of Economic Research) menemukan bahwa perbedaan antara suku bunga jangka pendek dan jangka panjang cenderung mengalami penyempitan saat menjelang resesi.
Sebuah makalah yang dipublikasikan oleh Federal Reserve San Fransisco pada tahun 2018 mengungkapkan suatu fakta yang lebih mengejutkan lagi. Melansir dari makalah tersebut, inversi yield obligasi selalu terjadi menjelang resesi di AS sejak tahun 1955.
Kondisi ini bahkan terjadi pada akhir tahun 2005, 2006, dan 2007 sebelum terjadinya krisis keuangan 2007/2008 di Wall Street. Oleh karena itu, anggapan bahwa inversi yield obligasi merupakan sinyal resesi sudah dikenal luas tidak hanya trader dan investor, tetapi juga pakar ekonomi dan pejabat bank sentral.
Untuk memudahkan pemantauan, banyak pihak menyederhanakan upaya mendeteksi inversi dengan menghitung selisih antara yield obligasi AS bertenor 10 tahun (US10YT) dengan obligasi bertenor 2 tahun (US-02YT). Jika selisihnya negatif, maka sudah terjadi inversi, seperti yang terjadi pada bulan Agustus 2018 silam.
Cara Menyikapi Inversi Yield Obligasi AS
Pada dasarnya, inversi yield obligasi AS dapat berpengaruh pada beberapa hal berikut:
- Dapat terhubung dengan peristiwa global.
- Berdampak pada suku bunga pinjaman.
- Berdampak pada pergerakan pasar saham.
Meskipun demikian, bank sentral AS (Federal Reserve) sebetulnya agak mengabaikan kurva yield obligasi. Pejabat The Fed juga memiliki pandangan yang berbeda dalam mengevaluasi inversi yield obligasi beberapa waktu lalu. Ada yang menganggapnya perlu diperhatikan, ada pula yang menganggapnya tidak perlu dikhawatirkan.
Bagi trader, selama para pejabat The Fed tidak menganggapnya sebagai masalah serius, isu ini hanya akan mengganggu pasar sebentar. Dengan kata lain, inversi yield obligasi pemerintah AS hanya menjadi penggerak pasar yang signifikan jika pejabat bank sentral atau Presiden AS menganggapnya sebagai masalah serius.
Investor jangka panjang perlu memerhatikan inversi yield obligasi pemerintah AS secara serius dan memasukkannya dalam pemantauan aspek fundamental. Namun, relevansinya tetap bergantung pada kondisi ekonomi AS saat itu. Jika perekonomian tetap kuat, maka tidak ada alasan untuk terlalu khawatir.
Isu resesi 2023 tidak hanya diperbincangkan di kalangan penggiat ekonomi, tetapi juga setiap golongan masyarakat. Kabar baik untuk para trader, ada cara melindungi portofolio trading dari resesi dengan 4 langkah responsif dan 3 langkah preventif.