Kegagalan Web 1.0 dan 2.0 menjadi ekosistem internet yang bebas intervensi, aman, dan nyaman memicu para pengembang crypto untuk menciptakan web versi terbaru di atas blockchain.
Tak lama setelah Bitcoin dan altcoin menjadi tren topik finansial, muncul metaverse dan NFT sebagai primadona pada tahun 2021. Namun, kemajuan teknologi seakan tak pernah tidur, sehingga tanpa berjeda lama, lahirlah topik pembahasan baru mengenai dunia blockchain pada awal tahun 2022: Web 3.0.
Kemunculan Web 3.0 disambut antusias oleh para pegiat dan pengembang blockchain, yang percaya bahwa Web 3.0 adalah internet versi masa depan. Blockchain yang semula dikenal hanya untuk memfasilitasi transaksi mata uang kripto, saat ini mulai dikembangkan agar bisa mengatur dan menjaga privasi di internet secara mandiri.
Dengan berbasis teknologi blockchain tipe publik, Web 3.0 bersifat desentralisasi. Itu artinya, Anda takkan lagi butuh media atau pun peramban web yang berasal dari seperti Google, Apple, atau Meta untuk dapat mengakses internet.
Sebagai contoh, ketika Anda sedang berselancar di internet, terkadang akan muncul pop-up atau notifikasi peringatan sebagai halaman web yang berbahaya dan memerlukan izin khusus untuk mengaksesnya.
Hal ini adalah kebalikan dari Web 3.0 yang tak butuh izin dari siapa pun, sehingga transaksi virtual pun tidak lagi membutuhkan perantara. Secara teknis dan teori, Web 3.0 mampu melindungi privasi pengguna dengan lebih baik daripada versi sebelumnya.
Decentralized Finance atau yang sering disebut DeFi, merupakan salah satu komponen Web 3.0 yang sedang berkembang. DeFi yang juga sebagai sistem keuangan dalam Web 3.0, memberikan akses pelayanan transaksi tanpa bantuan bank atau otoritas besar lainnya, seperti Decentralized Exchange (DEX).
Sayang, perkembangan DeFi agak terganggu dengan bertambahnya perusahaan besar yang menggelontorkan banyak uang untuk berinvestasi ke Web 3.0. Kondisi ini dikhawatirkan akan membuat Web 3.0 tak bersifat desentralisasi lagi nantinya.
Tanpa banyak prolog lagi, artikel ini akan mengulas semua seluk beluk mengenai Web 3.0, mulai dari bagaimana sejarah singkat perubahan web, apa itu Web 3.0, kenapa semua orang ramai membicarakan Web 3.0, apa saja kegunaan dan pengaruhnya pada kripto, serta mengapa hal ini penting untuk diketahui.
DI
|
Daftar Isi |
Sejarah Singkat Evolusi Web
Sebelum lanjut mengenai evolusi web, Anda wajib tahu definisi web dan website, serta perbedaannya dengan internet. Istilah internet sebenarnya mengacu pada jaringan global server yang memungkinkan untuk berbagi informasi melalui web.
Sedangkan web adalah sebutan umum dari World Wide Web yang menjadi bagian terbesar di internet. Sehingga, website dapat diartikan kumpulan laman-laman web yang mampu diakses dengan peramban.
Sebagai bagian terbesar internet, web selama beberapa tahun terakhir ini telah berkembang begitu pesat. Hal ini dapat dilihat dari transformasi aplikasi-aplikasi pendukungnya yang sangat berbeda dari awal kemunculan internet. Sekarang, web sendiri telah berevolusi dari Web 1.0 hingga 3.0. Berikut adalah penjelasan mengenai evolusi web.
Apa Itu Web 1.0?
Dikenal sebagai versi awal dari internet, Web 1.0 hanyalah web syntactic atau read-only. Pada versi ini, mayoritas penggunanya merupakan konsumen konten yang telah disediakan oleh pengembang web. Konten pada situs web atau website versi ini, dibuat hanya berupa format teks atau grafik sederhana.
Data dan konten tersebut dikirimkan dari sistem file statis, sehingga Web 1.0 bersifat statis, bukan seperti web dinamis. Hal ini juga yang menyebabkan masih sedikitnya interaksi di dalam halaman web tersebut. Web versi awal ini diperkirakan eksis dari tahun 1991 hingga 2004.
Apa Saja Perubahan Pada Web 2.0?
Sebagian besar website yang Anda lihat saat ini merupakan versi Web 2.0 atau dikenal sebagai web sosial. Pada Web 2.0, konten dan data tak lagi disediakan atau dibuat hanya oleh pengembang web saja. Versi ini merupakan web interaktif read-write, sehingga hampir semua pengguna bisa menciptakan website dan kontennya sendiri.
Youtube, Facebook, Instagram, dan Twitter adalah sebagian contoh dari aplikasi Web 2.0. Melalui aplikasi tersebut, akhirnya Anda juga tak hanya sekedar membuat konten dan membagikannya, namun dapat berinteraksi secara dinamis melalui kolom komentar.
Perkembangan teknologi web seperti HTML5, CSS3, dan Javascript membuat pengembang web hanya perlu merancang mekanisme internet berupa aplikasi, yang memungkinkan pengguna lebih terlibat serta berkontribusi dalam pengembangan Web 2.0. Inilah alasan kenapa Web 2.0 juga dikenal sebagai web sosial.
Sayangnya, Web 2.0 sebagai web sosial akhirnya menimbulkan permasalahan mengenai keamanan privasi data. Coba perhatikan dan bandingkan perubahan aplikasi terkenal seperti Twitter, Facebook, Youtube, dan LinkedIn dari masa-masa awal hingga sekarang.
Anda bisa melihat bagaimana fokus awal mereka adalah optimalisasi pengalaman user yang ujung-ujungnya berorientasi pada profit.
Perubahan orientasi ini membuat mereka menggunakan dua cara, yaitu marketing dan penjualan data. Semakin banyak data yang terkumpul, maka makin banyak iklan bertarget yang ada pada aplikasi tersebut.
Hal tersebut sebenarnya sudah dapat dikategorikan sebagai ekploitasi dan penyalahgunaan data pengguna, karena selain user tidak memiliki kendali dan tak tahu bagaimana data tersebut disimpan, perusahaan juga sering melacak dan menggunakan informasi pribadi tanpa izin.
Ini juga semakin diperparah oleh adanya otoritas tinggi seperti pemerintah yang bisa menggunakan server terpusat untuk mematikan, mengganggu, dan mengontrol jaringan tersebut.
Selain itu, seiring digitalisasi sistem bank yang berada di bawah kendali server terpusat, pemerintah sering melakukan intervensi pada lembaga keuangan untuk membekukan atau menyita rekening bank seseorang yang dianggap berseberangan.
Kegagalan Web 2.0 itulah yang sebenarnya hendak diperbaiki oleh kehadiran Web 3.0, dengan mencoba secara radikal menata ulang ekosistem desentralisasi internet berbasis blockchain.
Pada Web 3.0 Anda tidak lagi menemukan aplikasi-aplikasi populer seperti Twitter atau Facebook, tetapi telah diganti dengan sistem yang lebih canggih. Berikut perbedaan aplikasi pada Web 2.0 dan Web 3.0:
Kenapa Web 3.0 Bisa Menjadi Solusi?
Dalam dunia pengolahan bahasa natural atau NLP (Natural Language Processing), dikenal 3 tingkatan metode pengolahan, yaitu lexical, syntactic, dan yang paling tinggi adalah semantik.
Hampir sama dalam dunia web, bila tadi sudah disebutkan Web 1.0 adalah web syntactic, Web 2.0 disebut web sosial, maka Web 3.0 merupakan web semantik atau read-write-execute. Lalu, apa maksudnya web semantik?
Meski belum sepenuhnya menggantikan Web 2.0, namun kehadiran Web 3.0 sejak tahun 2010 telah diproyeksikan sebagai keniscayaan dalam kemajuan internet di masa depan.
Pengembangan Artificial Intelligence (AI) dan Machine Learning (ML) dalam Web 3.0, memungkinkan sistem pemrograman menganalisis bahasa atau data bisa sama persis seperti manusia yang telah mencapai pengolahan bahasa pada tingkatan semantik.
Antara Web 3.0 dan 2.0 memang memiliki perbedaan mencolok, namun kedua versi web tersebut memiliki kesamaan mendasar, yaitu sama-sama berkonsep sebagai web terdesentralisasi. Berikut perbedaan antara Web 2.0 dan Web 3.0:
Walaupun desentralisasi internet merupakan inti kedua web, seperti dijelaskan di atas, Web 2.0 masih memiliki server pusat yang bisa diintervensi oleh pemegang otoritas. Hal ini berbeda dengan Web 3.0 yang dibangun di atas blockchain menggunakan aplikasi terdesentralisasi atau DApps.
Anda bisa secara mandiri menjadi pengembang jaringan untuk membangun ekosistem desentralisasi internet yang stabil dan aman, terutama menghindari pelanggaran data privasi.
Bagaimana Pengaruh Web 3.0 Terhadap Crypto?
Penggunaan cryptocurrency di dalam komunitas Web 3.0 pun seakan tak pernah berhenti diperbincangkan lantaran banyaknya protokol Web 3.0 yang sangat bergantung pada cryptocurrency.
Dengan menggunakan cryptocurrency berbasis DeFi sebagai pembiayaan operasional, protokol-protokol tersebut mampu menyediakan berbagai layanan, seperti komputasi, bandwidth, penyimpanan, identifikasi, hosting, dan layanan online lain yang sebelumnya disediakan oleh penyedia cloud pada Web 2.0.
Penggunaan cryptocurrency berupa token DeFi awalnya dilakukan sebagai insentif kepada siapa saja yang membantu menciptakan, mengatur, dan berkontribusi dalam satu proyek Web 3.0. Hal ini membuat token kripto menjadi aset digital dari terciptanya desentralisasi internet berbasis blockchain.
Baca Juga: 7 Token DeFi Terbaik untuk Investasi di 2022
Contohnya seperti protokol Livepeer yang didasarkan pada Ethereum. Protokol ini menyediakan sarana transcoding video atau pengembangan aplikasi streaming untuk pengguna mendapatkan insentif berupa ETH dan LPT (Livepeer Token).
Demikian pula Helium, protokol ini memberikan insentif berupa HNT kepada konsumen atau perusahaan yang menggunakan device hotspot mereka. Ini merupakan terobosan yang cukup mengejutkan, di mana Anda tak butuh Graphics Processing Unit (GPU) lagi untuk menambang crypto.
Selain itu, Web 3.0 juga akan sangat bergantung pada Non-Fungible Token (NFT), mata uang digital, dan entitas blockchain lainnya. Reddit, misalnya, sedang mencoba untuk membuat terobosan Web 3.0 dengan merancang mekanisme penggunaan token cryptocurrency agar pengguna dapat berpartisipasi dalam pengelolaan komunitas secara adil.
Jadi, pengguna akan memperoleh poin komunitas sebagai entitas blockchain dengan cara memposting di sub-reddit tertentu. Poin-poin tersebut dapat digunakan agar bisa berpartisipasi dalam pemungutan suara. Agar adil, penggunaan poin ini untuk satu kali pakai saja.
Dari contoh di atas, maka penggunaan crypto pada Web 3.0 tak lagi sebagai mata uang dan alat tukar saja, namun menjadi semakin luas seperti pemilu, sertifikat kepemilikan, program insentif konsumen, dan lain-lain.
Apa Saja Fitur yang Dimiliki Web 3.0?
Perkembangan Web 3.0 di masa depan nantinya bakal mengarah pada penerapan aplikasi universal yang dapat dibaca dan digunakan oleh berbagai perangkat, baik berupa hardware maupun software. Selain itu, Web 3.0 juga menganut sistem desentralisasi internet yang transparan dan aman untuk didistribusikan di dalam jaringan blockchain.
Dalam web terdesentralisasi, pengguna tak hanya dapat mengontrol dan melindungi data mereka sendiri, tapi ada keunggulan-keunggulan Web 3.0 lain yang wajib Anda ketahui:
1. Web Semantik
Istilah ini diciptakan oleh Tim Berners-Lee untuk menggambarkan jaringan data yang dapat dianalisis oleh mesin, di mana semantik berkaitan dengan pemaknaan atau emosi yang diungkapkan oleh secara faktual.
Misalnya saja, Machine Learning diberikan dua kalimat berbeda, seperti "saya suka bitcoin" dan "saya <3 bitcoin", maka akan diartikan sama, karena meskipun bentuk dua kalimat di atas tadi berbeda, namun secara semantik keduanya memiliki makna yang sama.
Perlu diketahui bahwa landasan utama Web 3.0 adalah Artificial Intelligence dan web semantik. Oleh karenanya, Web 3.0 dapat memfasilitasi lebih banyak interaksi data melalui metadata semantik, untuk meningkatkan pengalaman konektivitas pengguna.
Web semantik bertugas membantu mengajarkan komputer apa arti data. Konsep dasar dari web semantik seperti membangun jaringan data di seluruh internet untuk memahami dan mengolah arti kata, lalu saling menghubungkannya melalui konten.
2. Grafis 3D
Web 3.0 telah dianggap mengubah masa depan internet setelah mengganti web dari 2D menjadi dunia virtual 3D yang lebih realistik. Saat ini, sudah mulai bermunculan situs dan layanan Web 3.0 yang menggunakan desain grafis 3D. Apalagi, pengembangan metaverse oleh beberapa perusahaan besar pun semakin pesat, sehingga pasti akan berpengaruh pada grafis 3D yang digunakan.
3. Artificial Intelligence (Kecerdasaan Buatan)
Berkat perkembangan Artificial Intelligence pada Web 3.0, peramban yang Anda gunakan nantinya akan dapat membedakan antara data yang baik dan buruk, serta memberikan informasi yang dapat diandalkan.
Contohnya pada Web 2.0 sudah terlihat banyak laman review makanan atau tempat rekomendasi restoran. Namun sayangnya, data dari review tersebut bisa saja terjadi bias karena mungkin hasil manipulasi. Hal seperti itu dapat membuat data tersebut tak cocok bagi Anda.
Berangkat dari permasalahan inilah, AI dikembangkan untuk bisa membantu dalam membedakan mana review yang objektif dan subjektif.
4. Ubiquitous
Ubiquitous mengacu pada konsep eksis atau hadir di banyak tempat secara bersamaan. Fitur ini sebenarnya sudah tersedia di Web 2.0, namun masih terbatas pada beberapa device atau perangkat, seperti smartphone.
Dengan kemajuan perangkat seluler dan koneksi internet, pengalaman Web 3.0 akan dapat diakses di mana saja, kapan saja. Di masa depan, sebagian besar hal di sekitar Anda akan selalu terhubung internet secara otomatis (Internet of Things). Contohnya hampir sama seperti protokol Helium di atas tadi.
Kesimpulan
Bila tak ada lagi perantara, seperti Microsoft, Facebook, Google, atau intervensi pemerintahan dalam Web 3.0, maka data pengguna sepenuhnya milik user itu sendiri. Di samping itu, Web 3.0 akan meminimalisir kemungkinan sensor atau blokir yang dilakukan pemerintah atau perusahaan, serta dapat menurunkan efektivitas serangan DoS.
Pada Web 2.0, pernahkah Anda kesusahan mendapatkan hasil terbaik di mesin pencarian? Kini, melalui Web 3.0 dengan tambahan kemampuan semantik, maka hasil pencarian tentu makin baik dan spesifik.
Namun perlu diingat, Web 3.0 ini masih dalam tahap permulaan dan penuh permasalahan. Seperti tertulis di awal artikel, bahwa dengan bertambahnya investor dan perusahaan besar yang menggelontorkan uang di Web 3.0, dikhawatirkan tujuan pembangunan ekosistem desentralisasi internet akan menjadi terhambat atau bahkan dimonopoli korporat seperti Web 2.0.
Untuk lebih memahami dunia blockchain dan cryptocurrency, Anda dapat membaca buku-buku mengenai kedua hal tersebut. Apa saja buku rekomendasi terbaik untuk mempelajarinya? Cari tahu selengkapnya di "Daftar Buku Tentang Blockchain dan Cryptocurrency Terbaik".