Geopolitik sekali lagi menjadi pusat perhatian, karena penjualan ritel Inggris loyo, 15 jam lalu, #Forex Fundamental   |   USD/JPY bertahan saat Iran tidak berencana melakukan pembalasan langsung terhadap serangan udara Israel, 15 jam lalu, #Forex Fundamental   |   Forex hari ini: Investor mencari perlindungan di tengah laporan Israel menyerang Iran, 16 jam lalu, #Forex Fundamental   |   Penjualan ritel Inggris mencetak 0% MoM di bulan Maret versus 0.3% yang diharapkan, 16 jam lalu, #Forex Fundamental   |   Saham-saham top losers lQ45: PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) -3.85%, PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) -3.36%, PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) -2.77%, 21 jam lalu, #Saham Indonesia   |   IHSG dibuka terkoreksi mengekor bursa regional pada Jumat (19/April), turun 0.91% ke level 7,101, 21 jam lalu, #Saham Indonesia   |   PT Royaltama Mulia Kontraktorindo Tbk. (RMKO) mencatatkan peningkatan pendapatan usaha sebesar 47.4% YoY, mencapai Rp272.4 miliar, 21 jam lalu, #Saham Indonesia   |   Laba bersih PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) turun di kuartal I/2024, membukukan laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 6.05 triliun per Maret 2024. , 21 jam lalu, #Saham Indonesia

Mengenal Web 3.0: Desentralisasi Internet Berbasis Blockchain

Evan 13 Apr 2022
Dibaca Normal 11 Menit
kripto > belajar >   #blockchain   #desentralisasi
Kegagalan Web 1.0 dan 2.0 menjadi ekosistem internet yang bebas intervensi, aman, dan nyaman memicu para pengembang crypto untuk menciptakan web versi terbaru di atas blockchain.

DI

Tak lama setelah Bitcoin dan altcoin menjadi tren topik finansial, muncul metaverse dan NFT sebagai primadona pada tahun 2021. Namun, kemajuan teknologi seakan tak pernah tidur, sehingga tanpa berjeda lama, lahirlah topik pembahasan baru mengenai dunia blockchain pada awal tahun 2022: Web 3.0.

Kemunculan Web 3.0 disambut antusias oleh para pegiat dan pengembang blockchain, yang percaya bahwa Web 3.0 adalah internet versi masa depan. Blockchain yang semula dikenal hanya untuk memfasilitasi transaksi mata uang kripto, saat ini mulai dikembangkan agar bisa mengatur dan menjaga privasi di internet secara mandiri.

Dengan berbasis teknologi blockchain tipe publik, Web 3.0 bersifat desentralisasi. Itu artinya, Anda takkan lagi butuh media atau pun peramban web yang berasal dari seperti Google, Apple, atau Meta untuk dapat mengakses internet. 

Sebagai contoh, ketika Anda sedang berselancar di internet, terkadang akan muncul pop-up atau notifikasi peringatan sebagai halaman web yang berbahaya dan memerlukan izin khusus untuk mengaksesnya.

Hal ini adalah kebalikan dari Web 3.0 yang tak butuh izin dari siapa pun, sehingga transaksi virtual pun tidak lagi membutuhkan perantara. Secara teknis dan teori, Web 3.0 mampu melindungi privasi pengguna dengan lebih baik daripada versi sebelumnya.

Decentralized Finance atau yang sering disebut DeFi, merupakan salah satu komponen Web 3.0 yang sedang berkembang. DeFi yang juga sebagai sistem keuangan dalam Web 3.0, memberikan akses pelayanan transaksi tanpa bantuan bank atau otoritas besar lainnya, seperti Decentralized Exchange (DEX).

Sayang, perkembangan DeFi agak terganggu dengan bertambahnya perusahaan besar yang menggelontorkan banyak uang untuk berinvestasi ke Web 3.0. Kondisi ini dikhawatirkan akan membuat Web 3.0 tak bersifat desentralisasi lagi nantinya.

Web 3.0

Tanpa banyak prolog lagi, artikel ini akan mengulas semua seluk beluk mengenai Web 3.0, mulai dari bagaimana sejarah singkat perubahan web, apa itu Web 3.0, kenapa semua orang ramai membicarakan Web 3.0, apa saja kegunaan dan pengaruhnya pada kripto, serta mengapa hal ini penting untuk diketahui.

 

Sejarah Singkat Evolusi Web

Sebelum lanjut mengenai evolusi web, Anda wajib tahu definisi web dan website, serta perbedaannya dengan internet. Istilah internet sebenarnya mengacu pada jaringan global server yang memungkinkan untuk berbagi informasi melalui web.

Sedangkan web adalah sebutan umum dari World Wide Web yang menjadi bagian terbesar di internet. Sehingga, website dapat diartikan kumpulan laman-laman web yang mampu diakses dengan peramban.

Sebagai bagian terbesar internet, web selama beberapa tahun terakhir ini telah berkembang begitu pesat. Hal ini dapat dilihat dari transformasi aplikasi-aplikasi pendukungnya yang sangat berbeda dari awal kemunculan internet. Sekarang, web sendiri telah berevolusi dari Web 1.0 hingga 3.0. Berikut adalah penjelasan mengenai evolusi web.

 

Apa Itu Web 1.0?

Dikenal sebagai versi awal dari internet, Web 1.0 hanyalah web syntactic atau read-only. Pada versi ini, mayoritas penggunanya merupakan konsumen konten yang telah disediakan oleh pengembang web. Konten pada situs web atau website versi ini, dibuat hanya berupa format teks atau grafik sederhana.

Data dan konten tersebut dikirimkan dari sistem file statis, sehingga Web 1.0 bersifat statis, bukan seperti web dinamis. Hal ini juga yang menyebabkan masih sedikitnya interaksi di dalam halaman web tersebut. Web versi awal ini diperkirakan eksis dari tahun 1991 hingga 2004.

Peralihan Web 1.0 ke Web 2.0

 

Apa Saja Perubahan Pada Web 2.0?

Sebagian besar website yang Anda lihat saat ini merupakan versi Web 2.0 atau dikenal sebagai web sosial. Pada Web 2.0, konten dan data tak lagi disediakan atau dibuat hanya oleh pengembang web saja. Versi ini merupakan web interaktif read-write, sehingga hampir semua pengguna bisa menciptakan website dan kontennya sendiri.

Youtube, Facebook, Instagram, dan Twitter adalah sebagian contoh dari aplikasi Web 2.0. Melalui aplikasi tersebut, akhirnya Anda juga tak hanya sekedar membuat konten dan membagikannya, namun dapat berinteraksi secara dinamis melalui kolom komentar. 

Perkembangan teknologi web seperti HTML5, CSS3, dan Javascript membuat pengembang web hanya perlu merancang mekanisme internet berupa aplikasi, yang memungkinkan pengguna lebih terlibat serta berkontribusi dalam pengembangan Web 2.0. Inilah alasan kenapa Web 2.0 juga dikenal sebagai web sosial.

Sayangnya, Web 2.0 sebagai web sosial akhirnya menimbulkan permasalahan mengenai keamanan privasi data. Coba perhatikan dan bandingkan perubahan aplikasi terkenal seperti Twitter, Facebook, Youtube, dan LinkedIn dari masa-masa awal hingga sekarang.

Anda bisa melihat bagaimana fokus awal mereka adalah optimalisasi pengalaman user yang ujung-ujungnya berorientasi pada profit.

Perubahan orientasi ini membuat mereka menggunakan dua cara, yaitu marketing dan penjualan data. Semakin banyak data yang terkumpul, maka makin banyak iklan bertarget yang ada pada aplikasi tersebut.

Hal tersebut sebenarnya sudah dapat dikategorikan sebagai ekploitasi dan penyalahgunaan data pengguna, karena selain user tidak memiliki kendali dan tak tahu bagaimana data tersebut disimpan, perusahaan juga sering melacak dan menggunakan informasi pribadi tanpa izin.

Ini juga semakin diperparah oleh adanya otoritas tinggi seperti pemerintah yang bisa menggunakan server terpusat untuk mematikan, mengganggu, dan mengontrol jaringan tersebut.

Selain itu, seiring digitalisasi sistem bank yang berada di bawah kendali server terpusat, pemerintah sering melakukan intervensi pada lembaga keuangan untuk membekukan atau menyita rekening bank seseorang yang dianggap berseberangan.

Kegagalan Web 2.0 itulah yang sebenarnya hendak diperbaiki oleh kehadiran Web 3.0, dengan mencoba secara radikal menata ulang ekosistem desentralisasi internet berbasis blockchain.

Pada Web 3.0 Anda tidak lagi menemukan aplikasi-aplikasi populer seperti Twitter atau Facebook, tetapi telah diganti dengan sistem yang lebih canggih. Berikut perbedaan aplikasi pada Web 2.0 dan Web 3.0:

Aplikasi Web 2.0 dan Web 3.0

 

Kenapa Web 3.0 Bisa Menjadi Solusi?

Dalam dunia pengolahan bahasa natural atau NLP (Natural Language Processing), dikenal 3 tingkatan metode pengolahan, yaitu lexical, syntactic, dan yang paling tinggi adalah semantik.

Hampir sama dalam dunia web, bila tadi sudah disebutkan Web 1.0 adalah web syntactic, Web 2.0 disebut web sosial, maka Web 3.0 merupakan web semantik atau read-write-execute. Lalu, apa maksudnya web semantik?

Meski belum sepenuhnya menggantikan Web 2.0, namun kehadiran Web 3.0 sejak tahun 2010 telah diproyeksikan sebagai keniscayaan dalam kemajuan internet di masa depan.

Pengembangan Artificial Intelligence (AI) dan Machine Learning (ML) dalam Web 3.0, memungkinkan sistem pemrograman menganalisis bahasa atau data bisa sama persis seperti manusia yang telah mencapai pengolahan bahasa pada tingkatan semantik.

Antara Web 3.0 dan 2.0 memang memiliki perbedaan mencolok, namun kedua versi web tersebut memiliki kesamaan mendasar, yaitu sama-sama berkonsep sebagai web terdesentralisasi. Berikut perbedaan antara Web 2.0 dan Web 3.0:

Perbedaan Web 2.0 dan Web 3.0

Walaupun desentralisasi internet merupakan inti kedua web, seperti dijelaskan di atas, Web 2.0 masih memiliki server pusat yang bisa diintervensi oleh pemegang otoritas. Hal ini berbeda dengan Web 3.0 yang dibangun di atas blockchain menggunakan aplikasi terdesentralisasi atau DApps.

Anda bisa secara mandiri menjadi pengembang jaringan untuk membangun ekosistem desentralisasi internet yang stabil dan aman, terutama menghindari pelanggaran data privasi.

 

Bagaimana Pengaruh Web 3.0 Terhadap Crypto?

Penggunaan cryptocurrency di dalam komunitas Web 3.0 pun seakan tak pernah berhenti diperbincangkan lantaran banyaknya protokol Web 3.0 yang sangat bergantung pada cryptocurrency.

Dengan menggunakan cryptocurrency berbasis DeFi sebagai pembiayaan operasional, protokol-protokol tersebut mampu menyediakan berbagai layanan, seperti komputasi, bandwidth, penyimpanan, identifikasi, hosting, dan layanan online lain yang sebelumnya disediakan oleh penyedia cloud pada Web 2.0.

Penggunaan cryptocurrency berupa token DeFi awalnya dilakukan sebagai insentif kepada siapa saja yang membantu menciptakan, mengatur, dan berkontribusi dalam satu proyek Web 3.0. Hal ini membuat token kripto menjadi aset digital dari terciptanya desentralisasi internet berbasis blockchain.

Baca Juga: 7 Token DeFi Terbaik untuk Investasi di 2022

Contohnya seperti protokol Livepeer yang didasarkan pada Ethereum. Protokol ini menyediakan sarana transcoding video atau pengembangan aplikasi streaming untuk pengguna mendapatkan insentif berupa ETH dan LPT (Livepeer Token).

Demikian pula Helium, protokol ini memberikan insentif berupa HNT kepada konsumen atau perusahaan yang menggunakan device hotspot mereka. Ini merupakan terobosan yang cukup mengejutkan, di mana Anda tak butuh Graphics Processing Unit (GPU) lagi untuk menambang crypto.

Selain itu, Web 3.0 juga akan sangat bergantung pada Non-Fungible Token (NFT), mata uang digital, dan entitas blockchain lainnya. Reddit, misalnya, sedang mencoba untuk membuat terobosan Web 3.0 dengan merancang mekanisme penggunaan token cryptocurrency agar pengguna dapat berpartisipasi dalam pengelolaan komunitas secara adil.

Jadi, pengguna akan memperoleh poin komunitas sebagai entitas blockchain dengan cara memposting di sub-reddit tertentu. Poin-poin tersebut dapat digunakan agar bisa berpartisipasi dalam pemungutan suara. Agar adil, penggunaan poin ini untuk satu kali pakai saja.

Dari contoh di atas, maka penggunaan crypto pada Web 3.0 tak lagi sebagai mata uang dan alat tukar saja, namun menjadi semakin luas seperti pemilu, sertifikat kepemilikan, program insentif konsumen, dan lain-lain.

 

Apa Saja Fitur yang Dimiliki Web 3.0?

Perkembangan Web 3.0 di masa depan nantinya bakal mengarah pada penerapan aplikasi universal yang dapat dibaca dan digunakan oleh berbagai perangkat, baik berupa hardware maupun software. Selain itu, Web 3.0 juga menganut sistem desentralisasi internet yang transparan dan aman untuk didistribusikan di dalam jaringan blockchain.

Dalam web terdesentralisasi, pengguna tak hanya dapat mengontrol dan melindungi data mereka sendiri, tapi ada keunggulan-keunggulan Web 3.0 lain yang wajib Anda ketahui:

 

1. Web Semantik

Istilah ini diciptakan oleh Tim Berners-Lee untuk menggambarkan jaringan data yang dapat dianalisis oleh mesin, di mana semantik berkaitan dengan pemaknaan atau emosi yang diungkapkan oleh secara faktual.

Misalnya saja, Machine Learning diberikan dua kalimat berbeda, seperti "saya suka bitcoin" dan "saya <3 bitcoin", maka akan diartikan sama, karena meskipun bentuk dua kalimat di atas tadi berbeda, namun secara semantik keduanya memiliki makna yang sama.

Perlu diketahui bahwa landasan utama Web 3.0 adalah Artificial Intelligence dan web semantik. Oleh karenanya, Web 3.0 dapat memfasilitasi lebih banyak interaksi data melalui metadata semantik, untuk meningkatkan pengalaman konektivitas pengguna.

Web semantik bertugas membantu mengajarkan komputer apa arti data. Konsep dasar dari web semantik seperti membangun jaringan data di seluruh internet untuk memahami dan mengolah arti kata, lalu saling menghubungkannya melalui konten.

 

2. Grafis 3D

Web 3.0 telah dianggap mengubah masa depan internet setelah mengganti web dari 2D menjadi dunia virtual 3D yang lebih realistik. Saat ini, sudah mulai bermunculan situs dan layanan Web 3.0 yang menggunakan desain grafis 3D. Apalagi, pengembangan metaverse oleh beberapa perusahaan besar pun semakin pesat, sehingga pasti akan berpengaruh pada grafis 3D yang digunakan.

 

3. Artificial Intelligence (Kecerdasaan Buatan)

Berkat perkembangan Artificial Intelligence pada Web 3.0, peramban yang Anda gunakan nantinya akan dapat membedakan antara data yang baik dan buruk, serta memberikan informasi yang dapat diandalkan.

Contohnya pada Web 2.0 sudah terlihat banyak laman review makanan atau tempat rekomendasi restoran. Namun sayangnya, data dari review tersebut bisa saja terjadi bias karena mungkin hasil manipulasi. Hal seperti itu dapat membuat data tersebut tak cocok bagi Anda.

Berangkat dari permasalahan inilah, AI dikembangkan untuk bisa membantu dalam membedakan mana review yang objektif dan subjektif.

 

4. Ubiquitous

Ubiquitous mengacu pada konsep eksis atau hadir di banyak tempat secara bersamaan. Fitur ini sebenarnya sudah tersedia di Web 2.0, namun masih terbatas pada beberapa device atau perangkat, seperti smartphone.

Dengan kemajuan perangkat seluler dan koneksi internet, pengalaman Web 3.0 akan dapat diakses di mana saja, kapan saja. Di masa depan, sebagian besar hal di sekitar Anda akan selalu terhubung internet secara otomatis (Internet of Things). Contohnya hampir sama seperti protokol Helium di atas tadi.

 

Kesimpulan

Bila tak ada lagi perantara, seperti Microsoft, Facebook, Google, atau intervensi pemerintahan dalam Web 3.0, maka data pengguna sepenuhnya milik user itu sendiri. Di samping itu, Web 3.0 akan meminimalisir kemungkinan sensor atau blokir yang dilakukan pemerintah atau perusahaan, serta dapat menurunkan efektivitas serangan DoS.

Pada Web 2.0, pernahkah Anda kesusahan mendapatkan hasil terbaik di mesin pencarian? Kini, melalui Web 3.0 dengan tambahan kemampuan semantik, maka hasil pencarian tentu makin baik dan spesifik.

Namun perlu diingat, Web 3.0 ini masih dalam tahap permulaan dan penuh permasalahan. Seperti tertulis di awal artikel, bahwa dengan bertambahnya investor dan perusahaan besar yang menggelontorkan uang di Web 3.0, dikhawatirkan tujuan pembangunan ekosistem desentralisasi internet akan menjadi terhambat atau bahkan dimonopoli korporat seperti Web 2.0.

 

Untuk lebih memahami dunia blockchain dan cryptocurrency, Anda dapat membaca buku-buku mengenai kedua hal tersebut. Apa saja buku rekomendasi terbaik untuk mempelajarinya? Cari tahu selengkapnya di "Daftar Buku Tentang Blockchain dan Cryptocurrency Terbaik".

Terkait Lainnya
 
Geopolitik sekali lagi menjadi pusat perhatian, karena penjualan ritel Inggris loyo, 15 jam lalu, #Forex Fundamental

USD/JPY bertahan saat Iran tidak berencana melakukan pembalasan langsung terhadap serangan udara Israel, 15 jam lalu, #Forex Fundamental

Forex hari ini: Investor mencari perlindungan di tengah laporan Israel menyerang Iran, 16 jam lalu, #Forex Fundamental

Penjualan ritel Inggris mencetak 0% MoM di bulan Maret versus 0.3% yang diharapkan, 16 jam lalu, #Forex Fundamental

Saham-saham top losers lQ45: PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) -3.85%, PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) -3.36%, PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) -2.77%, 21 jam lalu, #Saham Indonesia

IHSG dibuka terkoreksi mengekor bursa regional pada Jumat (19/April), turun 0.91% ke level 7,101, 21 jam lalu, #Saham Indonesia

PT Royaltama Mulia Kontraktorindo Tbk. (RMKO) mencatatkan peningkatan pendapatan usaha sebesar 47.4% YoY, mencapai Rp272.4 miliar, 21 jam lalu, #Saham Indonesia

Laba bersih PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) turun di kuartal I/2024, membukukan laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 6.05 triliun per Maret 2024. , 21 jam lalu, #Saham Indonesia


Komentar @inbizia

  • Jika melihat sejarah, kripto bukan bertujuan untuk menggantikan peran mata uang fiat (resmi) yang berlaku di dunia saat ini. namun memang ada beberapa kelebihan Kripto jika dibandingkan dengan mata uang fiat seperti lebih aman karena terdesentralisasi.
  • Penggunaan mata uang digital ini memang lebih praktis dan sederhanajika dibandingkan mata uang fiat yaitu para pengguna tidak perlu membawa koper dalam jumlah banyak untuk transaksi jumlah yang besar.
  • Mengenai masalah Libra Facebook, itu adalah sebuah mata uang digital yang sampai saat ini sedang dikerjakan oleh Facebook melalui Asosiasi Libra. Ya benar sekali, kehadiran Libra akan sangat mempengaruhi dinamika mata uang fiat saat ini. Sampai sekarang pemerintah Amerika Serikat masih memilih menolak dan tidak mengizinkan Facebook untuk beroperasi di Amerika Serikat. Beberapa negara lain juga memutuskan untuk menolak, walaupun Asosiasi Libra terus berusaha menjelaskan tujuan dan maksud proyek Libra. Pemerintah AS khawatir bahwa hadirnya Libra akan merusak tatanan mata uang fiat yang sedang berlaku dan bahkan bisa menggeser eksistensi mata uang fiat (resmi).
     Prasetyo |  10 Oct 2019
    Halaman: Mata Uang Kripto Asal Indonesia

    Terima kasih atas tanggapannya @Rahmat.

    Sebenarnya peretasan bitcoin yang diberitakan lebih kepada peretasan dimana bitcoin itu disimpan Alias dompet digital.

    Pada umumnya kita harus membuka suatu dompet digital agar bisa menyimpan bitcoin/kripto di tempat tersebut. Apabila kita lalai, atau memberitahu password dompet digital kita maka hacker bisa melakukan transaksi transfer bitcoin.

    Parahnya dana yang ditransfer tidak bisa dilacak dan untuk siapa kita juga tidak tahu karena biasa hacker memakai nama samaran serta blockchain sendiri yang sangat privasi sehingga tidak bisa dilacak oleh orang ketiga.

    Definisi aman di sini mungkin menurut saya adalah selama kita tidak memberikan data penyimpanan kita maka akan baik2 saja itu karena sistem blockchain memiliki sistem terdesentralisasi yang artinya bila ingin hack, anda harus hack keseluruhan sistem bitcoin yang memiliki entry point yang masif sekali dimana sampai saat ini sangat mustahil dan adanya Nodes di bitcoin yang memastikan bahwa transfer token hanya boleh terjadi sekali saja dan bila terjadi gangguan sedikit saja maka transfer akan gagal.

    Dalam hal ini yang @Rahmat biasa dengar tentang peretasan adalah peretasan dompet digital. Kalau disederhanakan seperti uang kita di bank, penipu tidak mungkin mengambil uang secara langsung di bank, tetapi biasa mencuri via sms phising, menipu dengan telepon, atau mencari tau nomor pin ATM anda.

    Untuk lebih jelas bisa dibaca Artikel berikut: 5 cara hacker mencuri uang kripto

     Benedict |  9 Nov 2022
    Halaman: Salah Kaprah Pasar Tentang Bitcoin

    iya, dulu awal saya liat sekilas kayak cuma perbedaan istilah aja. Tapi sekarang saya tau kalau perbedaan mendasar terletak di teknologinya. Kalau broker forex, kita bisa cek siapa Liqudity providernya, leveragenya lebih besar, terus juga untuk broker-broker forex Indonesia banyak marketing offline. Marketing offline ini bahkan ada sertifikat Wakil Pialang Berjangkanya (WPB).

    Kalau exchanger kripto, full online dan gaada informasi soal liquidity provider karena teknologinya terdesentralisasi. Kita cuma bisa tahu teknologi siapa yang dipakai, kayak misalnya yang paling terkenal Binance Cloud. Pendek kata, investasi kripto ini memang target pasarnya lebih ke generasi muda yang sudah melek teknologi.

    Kalau cuma fokus ke kripto, lebih baik pakai exchanger yang menyediakan fitur trading lengkap saja. Ada beberapa exchanger yang udah dilengkapi dengan aplikasi trading, program edukasi, chartnya juga bisa disetting untuk pasang indikator. Contohnya seperti Indodax, Luno, Pintu, dsb.

    Sumber: 7 Exchange Kripto Berbasis Android untuk Trader Indonesia

     Anyaaaa |  24 Nov 2022
    Halaman: Pahit Tapi Nyata Ini Fakta Tersembunyi Exchange Kripto

    Apa akan lebih baik mata uang kertas dijadikan digital semuanya aja ya. Dalam arti ga dihilangkan semua, tetapi pengganti dari sistem pembayaran yang sudah ada. Jadi pedagang di pasar pun ada memberlakukan hal itu jadi lebih efektif dan efisien juga. Dalam segi kenyamanan udah ga perlu lagi rogoh duit asli, dan segi keamanan ga bakalan ada kasus curi uang, rampok uang dsb.

    Kalau disandingkan dengan kripto bagaiamanapun akan berbeda karena satu sentralisasi satunya desentralisasi. Dalam hal ini aku pribadi ga masalah sentralisasi karena mau gue pakai juga ga pakai uangnya ke hal yang negatif.. toh juga transaksi ga akan menggambarkan kehidupan pribadi juga. Terkadang heran aja dengan sikap privasi berlebihan seperti itu.

     Jackie |  28 Nov 2022
    Halaman: Mengenal Euro Digital Benarkah Lebih Baik Dari Kripto

    Nah, klo menurut gw sih, Bitcoin ini hanya sebagai role model pertama untuk penggunaan teknologi blockchain oleh bank sentral sebagai pembayaran yang sah. Terlepas dari pengurangan emisi, teknologi blockchain bisa beroperasi secara otomatis sesuai dengan smart contract selama 7x24 jam non-stop. Ini tentu bisa bikin perputaran ekonomi semakin cepat.

     Ciro |  19 Dec 2022
    Halaman: Penambangan Bitcoin Bisa Mencegah Perubahan Iklim Mitos Atau Fakta

    Numpang nanya nih, saya masih belum sepenuhnya mengerti akan fork yang terdapat pada blockchain kripto. Untuk Soft Fork saya sepertinya lumayan mengerti ini hanya sekedar ngeupdate tambahan tanpa ngerubah blockchain.

    • Dari penjelasan artikel ini saya bisa tau kalau hard fork itu seperti game-lah ya, jadi terdapat update besar-besaran misalkan seperti game yang saya mainkan biasanya contohnya pes 2020 ke pes 2021. Jadi engine game akan berbeda tetapi aset yang sudah didapat bisa diconvert ke sana tetapi ada beberapa aset yang akan digantikan.

    Nah pertanyaan saya apakah hard fork dalam kripto ini misalkan saya punya 10 ETH, apakah dengan perubahan hard fork ke The Ethereum 2.0 saya masih akan tetap memiliki 10 ETH (Baik ga perlu convert ataupun digantikan otomatis) karena engine/blockchain udah berbeda?

     Fernando |  21 Dec 2022
    Halaman: Perbedaan Hard Fork Vs Soft Fork Pada Blockchain Kripto

    Komentar[2]    
      Welly   |   6 Jun 2022

    Hmm....kalo nanti facebook udah rilis kripto sendiri (Libra DIEM), dan metaverse-nya populer, berarti seharusnya sudah bukan web 2.0 lagi dong ya? Atau bagaimana?

      Stephen H   |   22 Nov 2022

    Menurut saya sebenarnya Facebook udah mulai kearah web 3.0. Dan bila terealisasikan, meta akan menjadi metaverse yang akan menggantikan Facebook. Nama dari facebook sendiri sudah diubah menjadi META.

    Dan web 2.0 yang sekarang yang biasa kita pakai akan memiliki perbedaan signifikan dengan web 3.0.

    Grafis akan lebih ke 3D, mungkin menggunakan alat VR. Transaksi akan menggunakan kripto yang mungkin belum dirasakan.

    Sejauh ini yang bisa kita rasakan dari peralihan web 2.0 ke web 3.0, bukan hanya facebook tetapi situs lain adalah mudahnya akses ke web mereka melalui via aplikasi dan mesin pencarian dengan algoritma yang menyesuaikan kebiasaan kita. Dua hal ini belum dirasakan saat 10 tahun yang lalu. Instagram, tiktok, facebook, dan twitter semua udah kembangin algoritma pencarian yang sesuai dengan yang biasa dicari.

    Untuk saat ini menurut saya Meta sudah melakukan peralihan dari web 2.0 ke web 3.0. Memang isu web 3.0 ini udah lama digaungkan dan saya juga pernah mendengarnya di materi kuliah saya dulu saat 2016 dan menurut artikel ini saja udah ada wacana sejak tahun 2010.

    Bagi saya saat ini Facebook masih web 2.0 tetapi peralihan menuju web 3.0. Dan seperti yang agan bilang, bila kripto dan metaverse nya sudah rampung, maka bisa dikatakan sudah masuk ke tahap awal web 3.0