Dicabutnya pembatasan COVID oleh pemerintah China telah menghidupkan kembali perekonomian warga. Hal ini mendorong ekspansi sektor manufaktur dan jasa.
Indeks PMI Manufaktur dilaporkan meningkat dari 49.6 menjadi 50.2 pada bulan Juni 2022. Meski lebih rendah dari ekspektasi 50.6, data kali ini terbilang cukup memuaskan karena berhasil berekspansi setelah terjebak di zona kontraksi selama tiga bulan berturut-turut. Dalam rincian data yang dirilis, sub-indeks produksi melonjak hingga 52.8 atau level tertinggi sejak kuartal pertama 2021 lalu. Sementara itu, sub-indeks pesanan baru (New Orders) juga berekspansi untuk pertama kalinya setelah terjungkal di zona kontraksi selama empat bulan.
Untuk data PMI Non-Manufaktur atau jasa, terdapat lonjakan dari 47.8 menjadi 54.7. Performa ini tidak jauh berbeda dari hasil di sektor manufaktur, mengingat terjadi kenaikan ke atas level 50. Perlu diketahui bahwa level 50 merupakan ambang zona kontraksi dan ekspansi dalam pembacaan data PMI, sehingga peningkatan dari kisaran 40-an ke 50-an kerap dianggap signifikan.
Sektor pabrikan dan jasa China yang kembali berekspansi sebenarnya tidak terlepas dari keputusan pemerintah China untuk mencabut pembatasan COVID, sehingga warga dapat keluar dan melakukan aktivitas ekonomi. Sebelumnya, kebijakan lockdown di dua kota besar China (Shanghai dan Beijing) memang sangat membebani tingkat aktivitas masyarakat.
Permintaan Pasar Masih Rapuh
Meski sektor manufaktur China sudah terlepas dari zona kontraksi, sejumlah analis memperingatkan potensi perlambatan yang dipicu oleh melemahnya sektor properti dan konsumsi rumah tangga. Di samping itu, risiko kembalinya infeksi COVID dan lemahnya permintaan turut membayangi ekonomi China ke depan.
Permintaan yang lemah tidak hanya terjadi di pasar domestik, tetapi juga dari mancanegara. Hal ini juga diakui oleh pengamat ekonomi China.
"Sektor manufaktur China berekspansi di akhir kuartal kedua, namun kekhawatiran terhadap risiko perlambatan tetap ada. Sekitar 49.3 persen perusahaan yang kami survei mengaku bahwa pesanan tidak sebaik ekspektasi mereka. Permintaan lemah masih menjadi problem yang tengah dihadapi oleh industri China selama ini," kata ahli statistik senior NBS, Zhu Hong.