Harga minyak terkoreksi karena investor tengah memperhitungkan dampak penurunan permintaan. Sementara itu, konflik Rusia juga masih membayangi.
Harga minyak mentah melemah tipis pada perdagangan hari Senin (12/September) seiring dengan melambatnya permintaan konsumen dan upaya AS untuk membatasi harga pada ekspor minyak Rusia. Pada saat berita ini diturunkan, minyak Brent bergerak pada kisaran $91.40 per barel atau melemah 0.77 persen, sementara minyak WTI diperdagangkan di $85.41 per barel.
Upaya OPEC+ dalam mengurangi output tidak sebanding dengan penurunan permintaan dari konsumen utama China. Data terbaru menunjukkan bahwa impor energi China melambat pada bulan Agustus karena gangguan COVID yang masih dirasakan oleh warga di sana.
Sementara itu, pemerintahan Biden mengharapkan pembatasan harga minyak Rusia akan diberlakukan pada bulan Desember mendatang. Menanggapi hal ini, Moskow berjanji akan meningkatkan ekspor minyak ke Asia untuk menutupi dampak sanksi AS dan negara Barat.
Di tengah penurunan harga minyak yang sudah terjadi dalam beberapa pekan terakhir, analis memperkirakan harga minyak berpotensi rebound selama musim dingin pada akhir tahun nanti. Menteri Keuangan AS, Janet Yellen, mengatakan bahwa masyarakat Amerika sudah bersiap menghadapi harga bensin yang lebih mahal selama musim dingin. Pembatasan harga minyak Rusia yang tengah direncanakan oleh pemerintah AS dimaksudkan untuk meredam skenario lonjakan harga energi selama musim dingin.
Eropa Masih Krisis, Pasar Fokus Inflasi
Sementara itu, kawasan Eropa hingga kini masih dibayangi oleh risiko krisis energi karena ditutupnya pasokan melalui pipa Nord Stream. Pihak Rusia sebelumnya mengatakan jika penutupan pipa minyak hanya berlangsung tiga hari. Namun hingga kini, pasokan migas di jalur itu belum kembali normal. Kondisi ini tak ayal membuat harga energi melonjak hampir 10 kali lipat di beberapa negara Uni Eropa.
Baca juga: Krisis Energi Memburuk, EUR/USD Terjun di Bawah Paritas
Fokus investor minyak pekan ini akan tertuju pada rilis data Inflasi AS pada hari Selasa. Data inflasi yang lebih tinggi akan semakin meningkatkan prospek kenaikan suku bunga secara agresif oleh The Fed. Jika skenario ini terjadi, maka Dolar AS akan menguat dan menekan pergerakan harga minyak mentah ke depan.