Berbagai faktor mempengaruhi penguatan Dollar saat ini. Namun, apakah performa tersebut bisa berlanjut? Berikut outlook fundamental dan teknikalnya.
Kejutan terbesar di pasar keuangan dunia tahun ini adalah kedigdayaan dollar. Mata uang AS itu menjadi primadona di tengah ketidakpastian global. Namun dengan penguatan yang sudah tajam, patut dipertanyakan seberapa kuat lagi dollar bisa melaju.
Tahun lalu, dolar menampilkan performa terburuk sejak 2003, karena mengalami penurunan 10%. Para pengamat dan analis awalnya memproyeksikan berlanjutnya penurunan dollar tahun ini. Hal ini karena mereka kurang terkesan dengan kebijakan fiskal dan moneter AS. Pemotongan pajak belum banyak berdampak pada ekonomi. Ditambah dengan isu defisit ganda, baik anggaran maupun perdagangan. Kenaikan suku bunga yang dilakukan The Fed dianggap biasa saja. Pasalnya saat itu banyak yang meragukan the Fed mampu menaikkannya lagi. Apalagi muncul ekspektasi bank sentral lain seperti ECB akan mulai menormalisasi kebijakannya.
Namun semua prediksi itu meleset, the Fed kini sudah menaikkan suku bunganya dua kali dan membawa suku bunganya ke level tertinggi di antara negara maju. Pertumbuhan ekonomi AS menembus 4% di kuartal kedua, juga tertinggi di negara maju. Pemotongan pajak, peningkatan belanja dan deregulasi mengangkat ekonomi AS di saat banyak negara kehilangan momentum. Ekonomi negara maju lainnya seperti Zona Euro dan Inggris justru masih lesu. Kondisi ini mempersulit upaya bank sentral masing-masing menormalisasi kebijakan.
Perang dagang yang dicanangkan oleh Presiden Trump juga mengangkat dollar. Mata uang Negara-negara yang terkena kenaikan tarif AS seperti yuan China merosot tajam. Namun efek perang dagang ternyata tidak sampai di sana. Mata uang emerging market juga terkena dampaknya. Muncul keresahan di pasar kalau perang dagang akan berimplikasi luas pada ekonomi negara berkembang, seperti di Asia. Selain itu, ada pemikiran ekonomi AS lebih mampu bertahan saat perang dagang karena porsi ekspor dalam PDB relatif lebih kecil dibanding mitra dagangnya. Ekspor berkontribusi 20% pada PDB China. Bahkan Uni Eropa lebih besar lagi, yaitu 40%.
Sejak awal tahun, indeks dollar sudah naik 5%. Dollar sudah menguat 6% terhadap euro dan 7% atas pound. Hampir semua mata uang di seluruh dunia melemah terhadap dollar. Apresiasi dollar memakan banyak korban, termasuk rupiah, yang turun 8% tahun ini. Namun korban terbesar adalah Turki, di mana lira anjlok sampai 66%.
Krisis mata uang Turki semakin melambungkan dollar AS. Lira, yang memang sudah melemah sejak awal tahun, terjungkal setelah AS menjatuhkan sanksi pada negara itu karena kasus penahanan warganya. Krisis finansial yang terjadi di Turki menambah keresahan pasar mengenai ekonomi emerging markets yang sudah dibayangi oleh isu perang dagang.
Namun banyak analis masih meyakini penguatan kejutan dollar tidak akan berlangsung lama. Morgan Stanley mengatakan tren penurunan dollar akan berlanjut kembali. UBS melihat apresiasi ini hanya rebound korektif yang bisa terhenti dengan perubahan kecil ekspektasi kenaikan suku bunga di Eropa. Lombard Odier juga memperkirakan reli dollar akan segera berakhir, kalau bukan karena suku bunga global bisa jadi karena tindakan Trump.
Selain itu, ada hal-hal yang patut diwaspadai dari AS. Seperti yang telah disebutkan di atas yaitu defisit ganda. Kemudian yang bisa muncul tiap tahun adalah masalah shutdown terkait anggaran pemerintah. Pasar juga akan melihat apakah The Fed bisa benar-benar menaikkan suku bunganya empat kali lagi. Hal lainnya adalah masalah perang dagang. Bisa saja terjadi kesepakatan yang antara AS dan China atau mitra dagang lainnya. Bila posisi dollar masih tinggi, tentu tidak akan positif untuk kinerja perdagangan AS.
AS dan China berencana menggelar pembicaraan dagang minggu ini. Meski kemungkinan belum ada deal, pertemuan ini bisa membuka kemungkinan kompromi. Event penting lainnya minggu ini adalah FOMC Minutes dan pertemuan bank sentral di Jackson Hole, Wyoming. Minutes dari rapat Agustus kemungkinan tidak banyak memberi petunjuk. Tapi symposium Jackson Hole biasanya menjadi ajang The Fed mengumumkan arah kebijakan besar.
Dollar terkoreksi akhir pekan lalu karena adanya berita rencana negosiasi dagang AS dan China. Kemudian meredanya kekhawatiran soal Turki. Namun dalam jangka pendek, GKInvest menilai outlook dollar masih bullish, didukung prospek kenaikan suku bunga. Pernyataan Ketua the Fed di Jackson Hole akan mempengaruhi arah dollar selanjutnya.
Ulasan Teknikal
Indeks dollar sudah lepas dari pola konsolidasi yang sudah berjalan dalam 4 bulan terakhir, dengan ditembusnya resistance dari pola rectangle di kisaran 95.60. Minggu lalu, indeks sempat membuat high baru di 95.93, namun kemdian terkoreksi setelahnya. Meski koreksi, indeks tetap masih bertahan di atas support 95.60, yang sebelumnya menjadi resistance. Karenanya, trend masih tetap bullish, dan berpeluang untuk menguji resistance terdekatnya di 96.71 - 96.93. Penembusan resistance tersebut bisa membuka potensi kenaikan lanjutan menuju target dari pola rectangle tersebut di kiaran 97.35, bahkan target dari Fibonacci Retracement 161.8% di 97.90.
Sementara itu, jika indeks kembali turun ke bawah 95.60, kemungkinan pola konsolidasi akan kembali terbentuk, dengan area support 93.66 dan resistance 95.60. Untuk pergerakan minggu ini, GKInvest memperkirakan indeks dollar akan berada di kisaran:
- Support : 95.60, 94.86, 93.66.
- Resistance : 96.71, 96.91, 97.35.
GKInvest adalah broker Indonesia yang terdaftar di BAPPEBTI. Selain legal, GKInvest menawarkan biaya transaksi yang paling murah di Indonesia serta beragam fasilitas yang dapat mempermudah transaksi Anda seperti MT4 Booster, VPS dan Signal Trading gratis. Pelajari tentang GKInvest.