Walaupun posisi Rusia dianggap sangat penting dalam pasar minyak dunia, konflik Rusia-Ukraina bukanlah katalis utama kenaikan harga minyak.
Sekretaris Jenderal OPEC yang baru dilantik, Haitham al-Ghais, menuturkan bahwa posisi Rusia sangat penting sebagai pemain besar dalam percaturan minyak dunia. Bahkan, Rusia memiliki andil besar dalam menentukan arah kebijakan OPEC ke depan. Pada saat berita dimuat, minyak Brent diperdagangkan pada kisaran $107.61 per barel, sementara minyak WTI (West Texas Intermediate) melemah 1.01 persen di level $99.29 per barel.
Saat diwawacara oleh media Kuwait pada hari Minggu (31/Juli), al-Ghais membantah bahwa OPEC sedang bersitegang dengan Rusia. Menurutnya, Rusia punya pengaruh penting dalam setiap kesepakatan OPEC, sehingga tak heran jika Rusia menjadi pimpinan OPEC+.
Ketika ditanya mengenai sepak terjang OPEC dalam menentukan harga minyak dunia, al-Ghais menyangkal jika OPEC adalah pihak yang mengatur harga minyak. Menurutnya, OPEC hanya melakukan penyesuaian suplai dan pasokan di pasaran demi menjaga stabilitas harga minyak. Tanpa adanya intervensi OPEC, harga minyak akan lebih bergejolak daripada saat ini dan tentu akan berdampak buruk terhadap perekonomian global.
Baca juga: Dolar AS Terjungkal, Harga Minyak Menguat
Sekalipun mengakui peran Rusia dalam OPEC, Haitham al-Ghais berpendapat jika konflik Rusia-Ukraina bukanlah satu-satunya faktor yang menyebabkan lonjakan harga minyak. Terdapat beberapa faktor yang sudah terjadi sejak lama, dan hal ini membuatnya berkomentar:
"Sesuai data yang kami himpun dari sumber terpercaya, dapat disimpulkan bahwa kenaikan harga minyak sebenarnya sudah terjadi secara bertahap dan kumulatif sebelum pecahnya konflik Eropa Timur antara Rusia dan Ukraina… Faktor lain yang mendasari lonjakan harga minyak berasal dari kekurangan kapasitas produksi cadangan yang terjadi di sejumlah negara."
Harga minyak mentah dunia memang melonjak signifikan tahun ini. Pada awal Maret 2022, kenaikan minyak bahkan hingga mencapai level tertinggi sejak 2008. Suku bunga tinggi The Fed, inflasi yang tidak terkendali, hingga kekhawatiran terhadap resesi global mulai mengikis permintaan minyak untuk saat ini, tetapi ketatnya pasokan masih berpotensi mengungkit harga minyak ke depan.