Suku bunga ECB naik 50 bps dan sempat mendorong penguatan Euro. Namun, lonjakan harga tidak berlangsung lama karena pidato Christine Lagarde.
Pada hari Rabu (21/Juli), European Central Bank secara resmi menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bps) atau lebih besar ketimbang ekspektasi kenaikan 25 bps. Menanggapi kabar ini, Euro meloncat hingga kisaran 1.0278. Namun, pernyataan Presiden ECB Christine Lagarde membuat EUR/USD tergelincir menuju area 1.0190 tak lama kemudian.
Kenaikan suku bunga ECB kali ini sekaligus menandai yang pertama kalinya sejak tahun 2011. Pertumbuhan ekonomi Eropa selama beberapa tahun terakhir memang cenderung stagnan dengan inflasi rendah, sehingga ECB "absen" melakukan pengetatan moneter dalam sedekade terakhir. Namun, inflasi kawasan yang melonjak sejak awal tahun ini mendesak ECB untuk menaikkan suku bunga demi memerangi inflasi. Sementara itu, suku bunga fasilitas deposit ECB juga naik dan keluar dari zona negatif, tepatnya kembali ke 0%.
"Dengan melakukan rate hike yang cukup gemilang, ECB telah menunjukkan fleksibilitas dan kesediaan untuk melakukan gebrakan melampaui pedoman kebijakan yang ditetapkan selama ini. (Rate hike) ini menunjukkan kubu berhaluan hawkish telah mengendalikan dewan ECB," ungkap Karl Schamotta, kepala strategi pasar di Corpay.
Pidarto Lagarde Tak Terlalu Hawkish, Eropa Di Posisi Riskan
Dalam statement resminya, Christine Lagarde mengatakan bahwa bank sentral mempercepat langkah untuk keluar dari suku bunga negatif, namun tidak mengubah tujuan akhir kebijakan moneter bank sentral. Beberapa petinggi ECB juga bersedia menyediakan suntikan dana melalui skema pembelian obligasi baru; hal ini dinilai dapat menumpulkan efek rate hike.
Sebagian analis memperkirakan reli Euro yang terjadi dalam beberapa hari terakhir kemungkinan tidak akan bertahan lama. Pasalnya, ekonomi kawasan saat ini tengah menghadapi ketidakpastian tinggi dan risiko resesi dalam beberapa bulan mendatang.
Selain berkutat pada krisis energi imbas konflik dengan Rusia, stabilitas politik Eropa ikut terguncang menyusul berita pengunduran diri PM Italia, Mario Draghi, yang dipicu oleh perpecahan koalisi di pemerintahannya. Kemelut politik Italia ini kemungkinan besar akan menghambat program pemulihan ekonomi yang dicanangkan pemerintah negara tersebut selama ini.