Perkembangan kripto yang semakin meningkat di Indonesia mendorong urgensi Rupiah Digital. Sampai di mana komitmen BI untuk mengembangkan proyek ini?
Kemunculan teknologi blockchain dengan segudang potensi di dalamnya sebenarnya sudah lama menjadi perhatian institusi keuangan di berbagai negara. Bank Indonesia (BI) menjadi salah satu dari sekian banyak bank sentral negara berkembang yang menyadari perlunya menciptakan Central Bank Digital Currency (CBDC) atau Rupiah Digital di tengah semakin masifnya era digitalisasi.
Keinginan bank sentral Indonesia dalam menciptakan mata uang digital dikonfirmasi Gubernur BI, Perry Warjiyo, yang baru-baru ini menjelaskan bahwa penerbitan CBDC juga menjadi salah satu agenda prioritas dalam posisi Indonesia sebagai presidensi G20. Di samping itu, penerbitan Rupiah Digital dinilai semakin mendesak jika mengacu pada perkembangan pesat aset digital (kripto) di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.
"Perdagangan aset kripto dapat menimbulkan risiko terhadap stabilitas keuangan dan moneter. Selain itu, (ada) kekhawatiran lain seperti pencucian uang dan penggunaan dana untuk kegiatan illegal seperti terorisme," kata Perry dalam sambutannya pada acara G20 Tech Sprint Initiative 2022 awal pekan ini (25/April).
Secara singkat, Perry mengatakan tujuan akhir dari pembentukan CBDC dapat dicapai jika adanya pemahaman bersama mengenai teknologi dan kolaborasi yang solid antara negara maju dan berkembang. Dalam upaya mencapai hal tersebut, bank sentral di seluruh dunia juga perlu memastikan semua faktor seperti integrasi, interoperabilitas, dan interkonektivitas infrastruktur pembayaran yang terhubung dengan berbagai infrastruktur keuangan.
"Bank sentral nantinya dapat menggunakan acuan dalam proses mengembangkan CBDC... Selain itu, juga diperlukan kesepakatan yang luas antar negara yang ke depannya juga menggunakan CBDC sebagai sistem keuangan internasional," ungkap Perry.
Dalam mengembangkan CBDC, Bank Indonesia mengakui masih menemui berbagai pertanyaan seperti apakah bank sentral menerbitkan CBDC secara wholesale atau ritel. Selain itu, bank sentral juga masih mempertimbangkan apakah CBDC sebaiknya dirilis sendiri atau berkerjasama dengan pihak swasta.
Implikasi kehadiran CBDC terhadap makro ekonomi, moneter, dan stabilitas keuangan juga masih menjadi perdebatan, sehingga bank sentral perlu membuat desain konseptual CBDC secara matang agar tidak muncul kendala ke depannya.
Secara terpisah, General Manager Bank for International Settlements (BIS), Agustín Carstens mengungkapkan pendapat yang positif. Menurutnya, keberadaan CBDC akan menjadi elemen penting yang dapat memperlancar pembayaran lintas batas secara lebih cepat dan efisien dibandingkan sistem konvensional yang ada selama ini.
Baca juga: 7 Tren Teknologi Musuh Perbankan
"CBDC dapat menyelesaikan permasalahan inklusi keuangan yang belum tersentuh oleh perbankan. Kehadiran CBDC sangat revelan dengan Indonesia mengingat banyaknya wilayah yang sulit dijangkau dan masyarakat yang masih banyak belum tersentuh oleh lembaga keuangan," pungkas Carstens.