Sepengetahuan kami, penggunaan deposito sebagai jaminan kredit tidak ada hubungannya dengan penghindaran pajak. Toh ketika bank membayarkan bunga deposito, nantinya akan otomatis dipotong pajak; tak peduli apakah deposito itu digunakan sebagai jaminan kredit atau tidak. Dalam hal pertimbangan Anda, mungkin Anda membayangkan pinjaman tersebut untuk keperluan konsumtif? Jika konteksnya kredit konsumtif, memang mungkin lebih ekonomis jika deposito diambil langsung saja daripada digunakan sebagai jaminan kredit bank. Namun, jika kita berbicara tentang kredit untuk tujuan produktif, maka perkaranya jadi berbeda.
Apabila dana deposito ditarik begitu saja, maka kita akan kehilangan pendapatan bunga, kena penalti, dan rugi Opportunity Cost; padahal usaha yang didanai belum tentu sukses, dan jika bermasalah maka langsung ada perkara likuiditas dalam waktu singkat karena praktis tidak ada persediaan uang sama sekali. Namun, jika deposito digunakan sebagai jaminan kredit bank, kemudian usaha bermasalah, maka bisa diekspektasikan ada rentang waktu cukup lama untuk memperhitungkan cicilan baliknya (dengan ataupun tanpa penjadwalan ulang), plus tetap ada pendapatan bunga deposito yang akan mengurangi beban bunga kredit. Apalagi, kredit dengan jaminan deposito bisa diproses jauh lebih cepat ketimbang kredit dengan kolateral berbeda.
Ini salah satu contoh skenarionya saja. Setiap orang bisa punya pertimbangan berbeda-beda sesuai dengan situasi masing-masing. Karena, ketika kita memperhitungkan untung-rugi, tidak hanya melihat angka-angka nominal saja, melainkan banyak aspek lain, seperti Opportunity Cost dan likuiditas tadi. Jika berdasarkan situasi Anda saat ini, tidak ekonomis menggunakan deposito sebagai jaminan kredit, maka ya jangan lakukan itu. Namun, orang lain boleh jadi memiliki pertimbangan lain, karena situasi mereka belum tentu sama dengan Anda.