OPEC memutuskan untuk tetap memangkas produksi minyak 2 juta bph hingga tahun 2023 mendatang. Langkah ini menopang harga minyak untuk pulih dan diperdagangkan menguat di awal pekan.
Organisasi Negara Produsen Minyak bersama sekutu (OPEC+) memutuskan untuk tidak mengubah kebijakan produksi apapun dalam pertemuan terbarunya. Pasar minyak menyambut kabar ini dengan sentimen positif. Pada saat berita ini ditulis, minyak Brent bergerak pada kisaran $88.19 per barel, sementara minyak WTI menguat 1.43 persen di harga $81.83 per barel.
Dengan keputusan terbaru OPEC+, negara-negara produsen minyak yang tergabung dalam organisasi tersebut sepakat untuk melanjutkan pemotongan output sebesar 2 juta barel per hari (bph) hingga tahun 2023 mendatang. Langkah pengurangan produksi secara masif ini sejatinya sudah dilakukan sejak awal Oktober untuk meredam penurunan harga minyak mentah.
Baca juga: Anggota OPEC Dukung Saudi Soal Pemotongan Produksi Minyak
Beberapa analis melihat keputusan terbaru OPEC sebagai langkah antisipasi terhadap dampak sanksi penuh Barat kepada impor minyak Rusia yang mulai berlaku per hari ini (5 Desember).
"Mengingat muncul ketidakpastian yang belum pernah terjadi sebelumnya di pasar minyak, OPEC+ memutuskan untuk menerapkan strategi wait-and-see yang tampaknya berjalan sangat baik," kata seorang analis RBC Capital Markets.
Uni Eropa dan AS memang berniat memberlakukan sanksi penuh atas minyak Rusia untuk menekan pendapatan negara tersebut. Dengan demikian, Rusia diharapkan semakin sulit mendanai serangan-serangannya ke wilayah Ukraina.
Salah seorang sumber yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan kepada Reuters bahwa sebuah keputusan Uni Eropa juga tengah mempersiapkan larangan bagi perusahaan dan pedagang minyak Rusia berinteraksi dengan negara konsumen.
Menanggapi rencana sanksi tersebut, Rusia menegaskan bahwa pihaknya tidak akan menerima batasan yang dibuat oleh pihak Barat. Mereka lebih memilih mengurangi produksi untuk merespon sanksi yang membatasi harga jual minyaknya.
Wakil Presiden Wood Mackenzie, Ann-Louise Hittle, mencatat bahwa keadaan saat ini akan cenderung menguntungkan bagi harga minyak. Ia berujar, "Uni Eropa akan perlu membeli minyak dari pihak lain seperti Timur Tengah, Afrika Barat, dan Amerika Serikat untuk menutupi kekurangan pasokan setelah memblokade impor minyak dari Rusia. Fakta ini seharusnya menjadi katalis penopang harga minyak dalam jangka pendek."