Pandemi Covid-19 yang terjadi telah membuat industri properti global menjadi babak belur. Meskipun demikian, masih ada harapan bagi bisnis properti untuk berkembang di tahun-tahun berikutnya melalui sinergi dengan pemangku kebijakan.
Pertama kali terkonfirmasi di Wuhan, China, pada akhir 2019 silam, Covid-19 kini bahkan telah menginfeksi lebih dari 200 negara atau hampir seluruh belahan dunia. Tak ayal, kondisi ini membuat perekonomian global mengalami penurunan. Menurut IMF, perekonomian global telah jatuh ke jurang krisis setelah 95% negara di dunia mengalami pertumbuhan ekonomi negatif. Kondisi tersebut bahkan menyebabkan kerugian finansial sekitar $12 triliun.
Dari sekian jenis sektor industri di dunia, sektor yang paling terdampak akibat pandemi Covid-19 adalah pariwisata, komoditas, serta investasi properti. Sebagaimana diketahui, beberapa negara yang terjangkit Covid-19 sempat memberlakukan lockdown atau PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Tujuan utamanya adalah untuk memutus penyebaran Covid-19. Praktis kebijakan ini membuat masyarakat enggan bepergian kemana-mana, sehingga turut berimbas pada industri pariwisata, baik itu hotel, tempat wisata, hingga pusat souvenir.
Sektor properti pun demikian. Tingginya tingkat pengangguran akibat kebijakan pengurangan karyawan dalam perusahaan membuat masyarakat tak berani untuk membeli tempat tinggal, baik berupa rumah maupun apartemen. Seperti apakah outlook properti di tengah pandemi saat ini?
DI
|
Daftar Isi |
Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Industri Properti Global
Pengaruh pandemi terhadap properti begitu dirasakan oleh para pelaku bisnis real estate, sebab volume penjualan properti secara global turun sebesar 62%. Hal ini terjadi seiring adanya PHK dan pemotongan gaji yang berimbas terhadap menurunnya pendapatan dan daya beli masyarakat.
Selain itu, kebijakan lockdown di berbagai negara turut menjadi faktor lemahnya industri properti selama pandemi. Meskipun begitu, KPR dengan bunga rendah juga bisa menjadi sentimen positif untuk meningkatkan penjualan properti saat ini.
Berikut adalah kondisi negara-negara yang terdampak Covid-19 di sektor properti:
1. Amerika Serikat
Di Amerika Serikat, penjualan properti sangatlah tinggi, sehingga tak heran bila mayoritas warganya memilih menjadi seorang real estate agent. Meski penjualan properti global dikabarkan menurun selama pandemi, tetapi penjualan properti di Amerika Serikat mencatatkan hal sebaliknya. Tingkat penjualan tahunan dalam 4 bulan terakhir meningkat lebih dari 77% pada Agustus 2020. Catatan kenaikan ini menjadi yang tertinggi selama 14 tahun terakhir.
Di samping itu, para investor properti juga mengalihkan dananya untuk berinvestasi di pergudangan. Hal ini karena banyak perkantoran masih tutup dan para pekerjanya bekerja secara dari rumah alias Work From Home (WFH).
Lonjakan investasi pada properti gudang ini membuat harganya naik hingga 8.5% dalam 12 bulan terakhir pada Oktober 2020 lalu. Namun di sektor properti komersial, penjualan properti mengalami penurunan hingga lebih dari 40% dalam 3 kuartal terakhir 2020 dibanding 2019.
Menurut Real Capital, penjualan properti gudang mengalami penurunan paling kecil, yakni 25% -dibandingkan hotel sebesar 71% dan pekantoran 44%. Walau mengalami hambatan, CBRE memprediksi bahwa harga properti akan naik 68% pada 2030.
2. Indonesia
Industri properti di Indonesia harus menelan pil pahit bahwa 2020 menjadi tahun tidak menyenangkan bagi bisnis properti. Menurut Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia, penjualan properti di Indonesia turun drastis. Untuk properti kelas atas, volume penjualan mengalami penurunan sebesar 70%. Selanjutnya untuk properti kelas menengah bawah atau subsidi, turun 30% - 40%, dan properti menengah turun sebesar 40% - 50%.
Mengapa Sektor Properti Turut Terdampak Covid-19?
Faktor penyebab industri properti anjlok bukan hanya karena menurunnya daya beli masyarakat akibat gelombang PHK di mana-mana, tetapi ada pula beberapa faktor lain, seperti:
1. Kebijakan Travel Ban
Travel ban merupakan kebijakan yang paling banyak diterapkan di beberapa negara untuk mengatasi penyebaran virus Corona. Pemberlakuan kebijakan ini membuat suatu negara lebih selektif dalam menerima Warga Negara Asing (WNA) yang ingin berlibur di negara mereka.
Umumnya, kebijakan travel ban berlaku bagi warga yang negaranya memiliki kasus sangat tinggi. Kondisi yang demikian akan membuat negara-negara semakin memperketat kebijakan travel ban untuk seluruh WNA.
2. Pembatalan Event Besar
Pembatalan event besar di sebuah negara adalah pukulan telak bagi sektor properti. Mengapa? Tentunya hal ini akan menurunkan jumlah turis yang datang ke negara tersebut. Sebab, perhelatan event besar berskala internasional merupakan berkah bagi perhotelan, pusat perbelanjaan, restoran, dan tempat-tempat lain yang menjadi "sasaran" para pengunjung.
Pengaruh Pandemi Covid-19 Bagi Properti Indonesia
Sedikit banyaknya di poin sebelumnya, kita sudah membahas mengenai bisnis properti saat pandemi di Indonesia yang mengalami penurunan penjualan. Namun, sektor properti bukanlah satu-satunya sektor yang paling terpukul di Indonesia akibat Covid-19. Ada pula sektor perhotelan yang bisa dianggap mati suri.
1. Lesunya Industri Perhotelan
Kebijakan travel ban dan pembatasan kapasitas pengunjung di hotel membuat bisnis ini kian terpukul. Selain karena jumlah turis asing yang datang ke Indonesia berkurang, kewajiban untuk melakukan tes Covid-19 terlebih dahulu turut menjadi alasan mengapa banyak orang yang enggan staycation di hotel.
Oleh karena itu, masyarakat lebih memilih tetap di rumah karena saat ini bepergian dari satu ke tempat lainnya dianggap cukup merepotkan. Belum lagi bila hotel-hotel tersebut berada di zona merah yang kian meresahkan masyarakat sehubungan dengan risiko penularannya.
2. Ancaman Pada Industri Sewa Perkantoran
Pengaruh pandemi terhadap properti juga sangat dirasakan oleh sektor industri sewa perkantoran. Pembatasan sosial yang mengharuskan jumlah pekerja masuk terbatas, membuat industri sewa perkantoran merugi. Selain itu, mayoritas pekerja saat ini masih menjalankan Work From Home (WFH) sehingga kapasitas ruangan kantor pun semakin berkurang.
Terlepas dari pengaruh jumlah karyawan terhadap harga sewa perkantoran, isu cluster Covid-19 di perkantoran juga tak kalah mengerikan bagi kelangsungan bisnis sewa perkantoran di Indonesia. Untuk bisa tetap bertahan, pemilik bisnis sewa perkantoran perlu memutar otak agar tidak ditinggal oleh para kliennya. Salah satu caranya yakni dengan memberikan potongan uang sewa kepada klien hingga 30% dari harga sewa normal.
3. Pembayaran KPR Tersendat
Ketika daya beli masyarakat menurun akibat terjadinya gelombang PHK dan pemotongan gaji di perusahaan, hal ini dapat memperbesar risiko kredit macet dan gagal bayar. Salah satu kredit macet yang paling banyak dilaporkan adalah pembayaran KPR. Alhasil, banyak nasabah yang mengajukan keringanan pembayaran atau mengajukan permohonan perpanjangan tenor kredit agar tingkat bunga KPR bisa lebih rendah.
Selain itu, ada pula nasabah yang lebih memilih untuk melakukan take-over kredit ke nasabah lainnya, serta mengajukan perjanjian kontrak KPR yang baru atau reconditioning.
Bagaimana Prospek Pasar Properti Di Tengah Corona?
Setelah adanya pelonggaran PSBB dengan kembali dibukanya pusat perbelanjaan di Indonesia, sektor properti seperti mendapatkan angin segar karena aktivitas bisnisnya mulai berjalan. Beberapa di antaranya telah membuka marketing gallery di pusat-pusat perbelanjaan untuk membantu penjualan properti.
Dengan demikian, prospek pasar properti di Indonesia masih memiliki harapan untuk bangkit dari keterpurukan akibat pandemi. Di 2021, industri properti diprediksi bertumbuh sekitar 20% – 30%. Optimisme ini didorong dengan pengesahan UU Cipta Kerja oleh pemerintah Indonesia, yang memiliki manfaat untuk memberantas pungli dengan menghapus birokrasi yang berbelit-belit terkait perizinan dan kepastian pengadaan lahan yang semakin mudah bagi bisnis properti.
Selain UU Cipta Kerja, ada 4 faktor lain yang membuat bisnis properti saat pandemi kembali bergairah di 2021, antara lain:
1. Kenaikan Pembelian Rumah Selama WFH
Tren WFH selama pandemi telah mendongkrak pembelian rumah untuk kalangan masyarakat menengah ke bawah melalui KPR. Hal ini tidak terlepas dari promo besar-besaran yang diberikan oleh perusahaan properti dan pemerintah.
(Baca Juga: 10 Bank Dengan Pinjaman KPR Terbaik)
Ketika banyak masyarakat yang harus bekerja dari rumah, tentunya hal ini dapat menjadi gaya hidup baru bagi masyarakat Indonesia. Sehingga, pembelian rumah selama WFH dapat meningkat karena mereka lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bekerja dan berkumpul bersama keluarga di rumah.
2. Pemerintah Memberikan Kebijakan Menguntungkan Bagi Developer
Prospek cerah bisnis properti saat pandemi di Indonesia juga berasal dari beberapa kebijakan pemerintah yang dianggap menjaga sentimen properti tetap positif. Salah satunya ialah kebijakan suku bunga acuan 4% yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia.
Kebijakan moneter yang diambil oleh Bank Indonesia ini bisa disesuaikan dengan penyaluran KPR lewat lembaga pembiayaan kepada masyarakat. Jika bunga KPR yang diberikan kepada masyarakat dapat semakin kecil dan murah, hal ini dapat meningkatkan gairah masyarakat untuk membeli hunian selama pandemi.
Bahkan, kebijakan lainnya yang diapresiasi oleh pelaku industri properti adalah terkait Down Payment (DP) yang memperbolehkan 0%. Selain itu, pengesahan UU Cipta Kerja juga menjadi kebijakan yang memberikan sentimen positif bagi sektor properti karena membuat perizinan menjadi semakin mudah.
Pun, adanya kebijakan penurunan PPh final penjualan properti dari 5% ke 2.5%, penurunan PPh final penjualan properti untuk Rumah Sangat Sederhana (RSS) dari 2.5% ke 1%, serta PPnBM (barang mewah) yang batas bawahnya dinaikkan, turut memungkinkan transaksi properti lebih tinggi.
Kebijakan-kebijakan pemerintah yang sudah disebutkan di atas memberikan sentimen positif bagi sektor properti agar dapat segera bangkit dan berkontribusi terhadap perekonomian nasional. Semua kebijakan ini sangat menguntungkan bagi developer dengan program khusus yang menggiurkan.
Selain beberapa kebijakan di atas, adanya program KPR bersubsidi dari pemerintah juga turut mendongkrak sektor properti, di antaranya:
a. Subsidi Selisih Bunga (SSB)
KPR SSB adalah kredit kepemilikan rumah yang diterbitkan oleh lembaga pembiayaan (bank) secara konvensional di mana nasabah mendapatkan pengurangan suku bunga lewat Subsidi Bunga Kredit Perumahan.
Jadi, nasabah yang membeli rumah lewat KPR SSB nantinya akan mendapat subsidi atau pengurangan suku bunga dari pemerintah agar cicilan KPR menjadi kian kecil dan murah.
(Baca Juga: Mengenal FLPP, Program KPR Bersubsidi)
b. Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM)
Selain bantuan pemerintah melalui Subsidi Selisih Bunga (SSB), pemerintah juga membantu masyarakat berpenghasilan rendah dengan program Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM).
SBUM adalah bantuan yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat berpenghasilan rendah untuk memiliki rumah tapak dengan nilai maksimum Rp4,000,000 per unit.
3. Developer Melakukan Penjualan Dari Inventori
Pengaruh pandemi terhadap properti begitu terasa bagi para developer di Indonesia, terutama saat masyarakat lebih bersikap wait and see dan memutuskan untuk menunda pembelian rumah.
Meski sebenarnya permintaan hunian masih ada, tetapi kebanyakan lebih cenderung kepada pembeli yang memang membutuhkan hunian tempat tinggal. Namun pembelian properti sebagai aset investasi masih dinilai kurang lantaran kondisi pandemi belum menunjukkan adanya perbaikan.
Untuk mengantisipasi hal ini, developer sudah mempersiapkan langkah strategi konservatif seperti berfokus kepada penjualan properti dari proyek yang sedang berjalan. Selain itu, mereka juga lebih berhati-hati dalam pengembangan proyek properti baru, serta meningkatkan kebutuhan hunian bagi pengguna akhir dari stok properti yang sudah jadi.
Properti Menjadi Safe-Haven Di Tengah Fluktuasi Harga Saham
Di saat harga saham masih belum stabil selama pandemi, pilihan produk investasi jangka panjang terbaik lainnya adalah emas dan properti. Kini, properti menjadi safe-haven bagi masyarakat yang ingin menyimpan uang dan mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga properti di tahun-tahun berikutnya.
Keuntungan menjadi investor properti bukan hanya dari selisih nilai jual dan beli saja. Sebagai investor, Anda juga bisa mendapatkan passive income dari properti yang disewakan. Setidaknya, ada 3 alasan mengapa properti kini menjadi safe-haven di tengah fluktuasi harga saham:
1. Kelangkaan
Membeli rumah sama halnya ketika Anda membeli emas. Mengapa? Karena kedua produk investasi ini sama-sama memiliki keterbatasan pasokan. Properti akan semakin mahal dan langka ketika luas lahan semakin berkurang.
Kenaikan harga properti setiap tahunnya bahkan bisa mencapai 20%. Angka ini tentunya jauh lebih tinggi dibandingkan jika Anda hanya menyimpan uang di bank lewat deposito. Saat ini, rata-rata bunga deposito di bank hanya mencapai 3.5% per tahun.
Jika yang terjadi demikian, uang yang Anda simpan dalam deposito tidak memiliki nilai pertumbuhan sama sekali. Padahal, kenaikan bahan-bahan pokok per tahunnya bisa mencapai 5% - 10%. Inilah alasan mengapa Anda lebih baik menyimpan dana dalam bentuk properti, daripada di bank yang lebih rentan tergerus karena inflasi.
2. Capital Gain
Dalam bidang properti, Capital Gain adalah kondisi di mana investor membeli suatu apartemen, tanah, dan rumah dengan menahannya untuk tidak dijual terlebih dahulu. Jadi, Anda bisa mendapatkan passive income dari properti yang disewakan kepada orang lain. Bila melihat data dan fakta selama ini, investasi properti mampu menawarkan Capital Gain sebesar 20% per tahun dari harga beli properti tersebut sebelumnya.
3. Prospek Jangka Panjang
Mungkin Anda sering mendengar bahwa memilih properti harus berada di lokasi strategis. Hal ini perlu menjadi pertimbangan bagi investor bila ingin menjadikan properti sebagai safe-haven karena kenaikan harga rumah di suatu lokasi pastinya berbeda-beda.
Misalnya Anda membeli properti di pusat Kota Jakarta dan membandingkannya dengan properti di pinggiran kota. Setelah beberapa tahun kemudian, kenaikan harga kedua properti tersebut pasti berbeda; harga rumah di pusat kota Jakarta mengalami kenaikan lebih tinggi dibanding properti yang berada di pinggiran kota.
Namun, hal tersebut juga tidak bisa Anda jadikan patokan 100%. Anda juga perlu mempertimbangkan pengembangan properti di area tersebut dengan melihat rencana pembangunan dari pihak pengembang. Semakin banyak fasilitas yang akan dibangun di area properti tersebut, semakin tinggi pula harga jualnya.
Untuk menunggu pembangunan fasilitas di area properti yang dimiliki, Anda bisa menyewakan properti tersebut terlebih dahulu kepada orang lain. Baru bila fasilitas di sana sudah oke, Anda bisa memilih; tinggal di sana atau dijual dengan nilai lebih tinggi.
Oleh karenanya, properti juga sering disebut sebagai high leverage investment di mana Anda bisa membeli properti dengan uang pinjaman dan membayar pinjaman tersebut dari uang sewa properti yang disewakan. Hal ini adalah keuntungan yang bisa diperoleh bagi investor properti.
Kesimpulan
Meski menjadi salah satu sektor yang paling terdampak pandemi, nyatanya masih ada prospek cerah bagi industri properti di Indonesia untuk segera bangkit dari keterpurukan. Caranya adalah bersinergi dengan pemangku kebijakan alias pemerintah. Dalam hal ini, pemerintah bahkan sudah menerbitkan berbagai kebijakan agar bisnis properti tetap bergairah meski tengah dilanda pandemi.