Menanti GDP cina dan mempertimbangkan situasi perang mata uang yang sedang ramai dibicarakan saat ini.
Saat penulisan artikel ini saya sedang menanti data GDP Cina sama seperti banyak pelaku pasar yamg lain, hasil GDP tersebut akan berdampak tidak hanya pada pergerakan australia dollar melainkan pada akhirnya menurut saya akan berdampak kepada pasangan mata uatama lainnya, asia, eropa dan amerika akan ikut merasakan dampaknya.
Alasannya sederhana saja, sebab saat ini Cina sama pentingnya dengan Amerika dalam hal pertumbuhan ekonomi global dan, jika perekonomian Cina ikut melemah seperti yang lainnya maka kehawatiran bisa merembet kepada pasar keuangan dunia. Banyak yang berharap kenaikan 2,2% pada kuartal ke 4 kemarin dapat meningkatkan GDP Cina sebesar 7,8% dibandingkan sebelumnya 7,4%, namun semua itu hanyalah hitung-hitungan di atas kertas saja, hanya pemerintah Cina sajalah yang mengetahui pasti dan kita hanya bisa menunggu.
Sementara menunggu GDP Cina, pasar saat ini juga sedang ramai dengan perdebatan mengenai dimulainya "Perang Mata Uang". Semua skenario sedang dibicarakan, pemicunya adalah bank sentral Rusia yang merilis berita di Bloomberg mengenai peringatan perang mata uang dengan mengatakan Jepanglah yang akan memulai tembakan pertama, dan tentu saja balasan tembakan akan segera berlangsung oleh negara yang merasa terancam, namun, meskipun Jepang yang akan memulai, perlu diingat bahwa perang ini sebenarnya sudah berlangsung sejak krisis keuangan yang dipicu oleh Amerika sendiri, QE oleh Amerika, APF Inggris, LTRO Eropa termasuk ESM, EFSF dan yang terakhir OMT... Yah, Jepang hanya membawa babak baru dan tingkat yang lebih baru juga.
Mengapa Jepang? Kemarin Reuters melaporkan bahwa BOJ sedang mempertimbangkan untuk pembelian aset terbuka yang hanya akan berakhir hingga target inflasi mencapai 2%, program ini dapat berpengaruh terhadap devaluasi JPY terhadap hampir semua mata uang di dunia, hal ini menunjukkan betapa agresifnya Jepang justru di saat negara lain sedang melakukan hal sebaliknya, Amerika mulai mempertimbangkan penghentian QE, Inggris belum menambahkan lagi APF mereka, Eropa sudah mulai berada pada situasi terkendali, Cina sedang memperkuat mata uang mereka, Swis sudah tenang dengan patokan 1.2 yang selama ini dipertahankan terhadap Eropa aman, Canada, Australia dan New Zealand tidak memikirkan mengenai devalusi mereka, intinya semua mulai tenang dan terkendali, boom...Jepang akan menggoyang ketenangan tersebut dengan tindakan agresif.
Pertanyaan utamanya adalah, apakah bank sentral lainnya dapat mengimbangi? khususnya ECB, mengapa? sebab ECB merupakan gabungan negara-negara Eropa, kesatuan pendapat hampir selalu lama terjadi, contoh saja kemarin yang paling dekat, komentar Juncker Euro "sangat tinggi" diimbangi nowotny "bukan masalah", itu saja sudah menunjukkan Eropa tidak berda dalam satu pendapat mengenai nilai uang mereka, bagaimana mereka akan menghadapi perang ini?
Pertemuan G20 bulan depan akan menjadi sangat menarik untuk diperhatikan.
Pertimbangan saya
Menanti GDP Cina saat ini berarti saat menunggu, namun, jika hasil lebih besar daripada perkiraan (yang memang sudah lebih besar dari sebelumnya) maka pertimbangan untuk membeli Australia menjadi terlihat menjanjikan, begitu pula sebaliknya, tapi, dengan situasi saat ini mungkin limit terbatas lebih baik demi keamanan.