Harga minyak merosot sekitar 3 persen karena kekhawatiran pasar akan meredupnya permintaan dari China. Pasalnya, kasus COVID di negara tersebut dikabarkan kembali meningkat.
Harga minyak mentah dunia melemah lebih dari 3 persen pada perdagangan awal pekan kemarin karena kabar buruk dari China. Hingga Selasa (15/November) pagi, minyak Brent berada pada kisaran $92.58 per barel sementara minyak WTI bergerak pada kisaran $85.34 per barel. Keduanya sama-sama belum rebound dari penurunan hari sebelumnya. Sebagai perbandingan, minyak Brent kemarin dibuka di harga $96.77 per barel, sementara WTI dibuka di $89-an.
Baca juga: Harga Minyak Hari Ini
Otoritas resmi China melaporkan 14,288 kasus COVID baru pada akhir pekan lalu, naik signifikan dari hari sebelumnya yang hanya mencapai 11,323 kasus. Kawasan Guangdong, Beijing, Henan, Chongqing dan Mongolia Dalam tercatat menjadi kawasan utama penyebaran COVID.
"China baru saja melonggarkan pembatasan COVID belum lama ini, namun kini penyebaran infeksi kembali meningkat. Para ahli memperkirakan kondisi Zero-COVID tidak akan tercapai dalam waktu dekat," kata majalah TIME menanggapi situasi tersebut.
Matthew Bossons, editor dan jurnalis yang berbasis di Shanghai mengatakan kepada CNN bahwa aktivitas pembelajaran siswa kembali diberlakukan secara daring. Pembatasan juga dilakukan di tempat publik dan hiburan sehingga berpotensi mengancam pertumbuhan ekonomi yang sudah tersendat-sendat sejauh ini.
Analis CMC Markets, Leon Li, berpendapat bahwa pasar terlalu optimis saat mendengar kabar dilonggarkannya pembatasan COVID oleh pemerintah China beberapa waktu lalu. Menurut Li, lonjakan kasus COVID menjelang musim dingin membuat kebijakan Zero-COVID tidak mungkin dilakukan.
"Virus menyebar lebih cepat di musim dingin sehingga akan memakan waktu lebih lama bagi China untuk melakukan implementasi dan mencapai kebijakan Zero-COVID yang kemungkinan baru akan terjadi pada kuartal pertama tahun depan. Itu artinya, rebound harga minyak akan segera berakhir," kata Li.
Kondisi yang begitu mengkhawatirkan berpotensi membawa China kembali menerapkan pembatasan ketat sebagaimana yang dilakukan pada bulan April 2022 lalu. Perlambatan ekonomi China tentu saja akan berdampak besar terhadap harga minyak karena posisi negara tersebut sebagai salah satu konsumen minyak terbesar di dunia.