Berlanjutnya penguatan USD tahun depan akan berpotensi menimbulkan resiko pada perekonomian negara-negara sedang berkembang yang pertumbuhannya relatif tinggi (emerging markets). Negara-negara dengan jumlah hutang yang besar dan didenominasikan dalam USD adalah yang paling beresiko tinggi.
Jika kita amati pergerakan pasar forex sepanjang tahun 2014, maka fenomena menyolok yang mendominasi berita pasar adalah US Dollar yang rally dengan spektakuler. Indeks USD (USDX) telah mencapai angka 90 pada akhir Desember ini, tertinggi sejak tahun 2006. Penguatan USD akhir-akhir ini antara lain disebabkan oleh divergensi atau perbedaan kebijakan moneter bank sentral negara-negara mata uang utama lainnya terhadap kebijakan The Fed pasca berakhirnya program stimulus (tapering) Oktober lalu. Selain itu bank sentral negara-negara mata uang utama diluar The Fed masih menjalankan program stimulus guna mengatasi deflasi.
Namun penguatan greenback bukannya tanpa resiko. Menurut laporan terakhir Bank for International Settlements (BIS), penguatan USD akan berpotensi menimbulkan resiko pada perekonomian negara-negara sedang berkembang yang pertumbuhannya relatif tinggi akibat industrialisasi (emerging markets atau EM). Karena penguatan USD diperkirakan masih akan berlangsung tahun depan maka tahun 2015 adalah tahun yang rawan bagi perekonomian negara-negara EM.
Selain itu volatilitas pasar forex tahun 2015 diperkirakan akan tinggi akibat divergensi kebijakan moneter bank-bank sentral, terutama The Fed dan kemungkinan Bank of England (BoE) yang akan mulai menaikkan suku bunga, sementara Bank of Japan (BoJ) dan European Central Bank (ECB) masih menjalankan kebijakan stimulus, dan Swiss National Bank (SNB) dengan suku bunga negatifnya.
Dalam laporannya BIS juga mengingatkan bahwa negara-negara dengan jumlah hutang yang besar dan didenominasikan dalam US Dollar adalah yang paling beresiko tinggi mengalami guncangan ekonomi. Berlanjutnya penguatan USD akan menyebabkan turunnya peringkat kelayakan kredit perusahaan-perusahaan besar negara EM dan berpotensi menurunkan peringkat kredit (credit rating) negara tersebut.
Aliran kredit dalam USD naik hampir 3% pada kwartal kedua tahun 2014 dibandingkan tahun sebelumnya. BIS mencatat Turki mengalami kenaikan kredit hingga USD 7 milyard dalam kwartal kedua tahun 2014 sementara beberapa negara di kawasan Eropa timur mengalami penurunan terutama Ukraina, Russia dan Hungaria.
BIS juga memperkirakan dominasi US Dollar sebagai mata uang cadangan devisa di berbagai negara EM masih kuat dan sulit digantikan oleh mata uang Euro maupun Renminbi China seperti yang pernah diperkirakan. Meski akhir tahun lalu diperkirakan perekonomian AS akan cenderung mengalami kontraksi dalam tahun ini dan China akan melanjutkan ekspansi, namun pada kenyataannya yang terjadi tidak demikian dan USD masih mendominasi sebagai mata uang cadangan devisa di banyak negara EM.
‘Kawasan US Dollar’ meliputi negara-negara yang menggunakan USD sebagai alat tukar resmi, negara-negara yang mematok nilai tukar mata uangnya dalam US Dollar dan negara-negara yang pendapatannya diukur dalam USD seperti negara-negara produsen minyak.
Sebelum krisis keuangan Russia, US Dollar mengalami apresiasi sekitar 10% terhadap mata uang negara-negara G10, dan pasca krisis Russia US Dollar menguat signifikan versus Rubel Russia, Peso Mexico, Ringgit Malaysia, Won Korea Selatan, Real Brasil dan Rand Afrika Selatan. Jika penguatan greenback berlanjut tahun depan, bukan tidak mungkin Lira Turki juga akan melemah dengan signifikan mengingat kenaikan hutangnya yang didenominasikan dalam USD.
Sumber : www.forex.com : The perils of a stronger dollar …