Harga minyak rentan melemah lagi setelah dihantam aksi jual masif pada pekan lalu. Namun, ketatnya pasokan minyak di pasar global menjadi penopang.
Harga minyak dunia melemah pada perdagangan hari Senin (20/Juni), belum terlepas dari tekanan jual yang terbentuk sejak pekan lalu. Minyak Brent bergerak pada kisaran $113.09 per barel atau melemah 0.04 persen. Sementara itu, minyak mentah AS (WTI) melemah di level $109.44 per barel.
Aksi jual besar-besaran yang terjadi hari Jumat lalu merupakan imbas dari sentimen risk-off pelaku pasar. Tidak hanya minyak, aset berprofil risiko tinggi seperti saham dan kripto pun merosot tajam.
Baca juga : Harga Minyak Tertekan Kekhawatiran Stagflasi
Pelaku pasar minyak saat ini dihadapkan oleh tarik-menarik sentimen antara risiko perlambatan ekonomi yang akan menekan permintaan dan kondisi pasokan ketat yang ditimbulkan oleh sanksi negara barat kepada Rusia.
"Kami melihat gangguan pasokan minyak yang tejadi dalam beberapa waktu terakhir berhasil meredam kekhawatiran pasar terhadap prospek perlambatan ekonomi global yang disebabkan oleh lonjakan inflasi. Gambaran fundamental tetap menjadi kunci pergerakan minyak ke depan di tengah penurunan pasokan minyak asal Rusia akibat sanksi barat," ujar seorang analis ANZ.
Sejatinya, Organisasi Negara Produsen Minyak bersama mitra (OPEC+) telah memutuskan untuk meningkatkan penambahan output bulanan pada Juli guna mengatasi keterbatasan pasokan minyak global. Namun, rencana ini tampaknya gagal membendung kekhawatiran pasar. Pasalnya, beberapa negara anggota seperti Libya justru menghadapi kemerosotan produksi.
Menteri Perminyakan Libya, Mohamed Oun, dalam penyataan terbaru mengatakan bahwa produksi minyak Libya merosot dari 700,000 barel per hari (bph) hingga hanya sebesar 100,000 bph – 150,000 bph pada pekan lalu. Sementara itu, China yang selama ini menjadi salah satu konsumen terbesar minyak sekaligus menjadi eksportir produk olahan minyak melaporkan penuruann ekspor bensin sebesar 45.5 persen dari tahun sebelumnya.