Pasar khawatir akan isu intervensi. Menurut Atsushi Takeuchi, pemerintah tak akan invernsi sebelum USD/JPY tembus 150.
Perbincangan mengenai kemungkinan intervensi dari pemerintah memengaruhi nilai tukar yen Jepang. Sekarang, USD/JPY bergerak di atas level 145.00 dalam beberapa hari terakhir tanpa tanda-tanda intervensi sama sekali.
Kondisi ini memunculkan pertanyaan mengenai wilayah intervensi yang sebenarnya. Atsushi Takeuchi, mantan kepala divisi forex di BoJ yang berperan dalam intervensi yen antara tahun 2010 hingga 2012, berbagi pandangannya terkait isu ini.
Sudah cukup lama Jepang mengizinkan nilai tukar yen melemah dalam upaya mencapai target inflasi dan menghidupkan kembali perekonomiannya. Penurunan nilai tukar ini memberikan kesempatan bagi para eksportir untuk menghadirkan produk-produk Jepang dengan harga yang lebih kompetitif di panggung pasar global sekaligus mendatangkan berbagai manfaat lain.
Di saat yang sama, nilai tukar yen yang terlalu lemah juga berdampak buruk bagi negeri Sakura. Pertanyaannya, nilai tukar yen berapa kah yang dianggap terlalu lemah itu?
Beberapa bulan terakhir, analisis yang dilakukan oleh para ahli menyiratkan adanya dua ambang yang dapat memicu intervensi Jepang di pasar mata uang. Kedua "zona intervensi" untuk pasangan mata uang USD/JPY ini terletak antara level 145 dan 150. Alasan utamanya karena pemerintah Jepang langsung menggelontorkan intervensi bernilai miliar dolar setelah USD/JPY menembus 145 pada tahun lalu.
Atsushi Takeuchi punya pendapat berbeda. Ia lebih condong pada ambang 150 sebagai patokan.
"Pihak berwenang biasanya tidak memiliki ambang tertentu (untuk melaksanakan intervensi). Namun, ambang kunci seperti 150 itu penting atas alasan politik, karena (lebih) mudah dipahami," kata Takeuchi kepada Reuters.
Menurut Takeuchi, waktu pelaksanaan intervensi akan bergantung pada pandangan perusahaan-perusahaan dan rumah tangga di Jepang. Di samping itu, masyarakat sekarang lebih merasa nyaman dengan nilai tukar yen yang rendah dibandingkan dengan situasi setahun yang lalu. Manfaat dari pelemahan yen juga semakin jelas pasca-pandemi, yakni mendorong pemulihan kunjungan wisatawan asing dan sektor jasa domestik.
"Waktu intervensi selalu menjadi keputusan yang sangat politis di Jepang. Saat ini, Perdana Menteri lah yang pada akhirnya akan membuat keputusan," kata Takeuchi. "Ketidakpuasan publik atas pelemahan yen (saat ini) tidak meningkat ke skala yang terlihat tahun lalu," lanjutnya, "Saya pikir (Perdana Menteri) Kishida tidak mengalami tekanan besar untuk merespons (sekarang)."
Karena itulah Takeuchi berpendapat bahwa pemerintah Jepang mungkin memutuskan intervensi jika USD/JPY terakselerasi sampai menembus 150. Sebelum itu, para petinggi Jepang akan menyampaikan peringatan verbal atas situasi nilai tukar dengan harapan pasar akan terkoreksi sendiri.
"Meskipun intervensi tidak akan terjadi dalam waktu dekat, sebagai pembuat kebijakan, Anda tidak ingin terlihat acuh tak acuh terhadap pergerakan pasar," imbuh Takeuchi.