Dolar AS tumbang terhadap mata uang mayor lain karena ditekan oleh data inflasi yang lebih rendah dari ekspektasi pasar.
Indeks Dolar AS (DXY) melemah 1.3 persen hingga menyentuh 104.60-an pada akhir sesi perdagangan hari Rabu (10/Agustus) karena rilis mengecewakan data inflasi AS bulan Juli. Inflasi inti AS bahkan tidak tumbuh sama sekali atau stagnan dalam basis bulanan, sehingga meredupkan ekspektasi kenaikan suku bunga agresif The Fed pada pertemuan September mendatang.
Baca juga: Ekspektasi Suku Bunga The Fed Meredup, Dolar AS Melemah
Data inflasi AS yang dipublikasikan Biro Statistik AS tadi malam menunjukan harga konsumen turun dari 9.1 persen menjadi 8.5 persen secara tahunan (Year-over-Year) pada bulan Juli. Angka ini meleset dari ekspektasi ekonom yang memperkirakan penurunan ke 8.7 persen saja.
Sementara itu, Inflasi Inti (Core Inflation) sebagai indikator yang digunakan The Fed hanya naik 5.9 persen secara tahunan, tidak berubah dari periode sebelumnya. Hasil ini juga di bawah konsensus ekonom yang memperkirakan inflasi inti akan naik 6.1 persen.
Trend inflasi AS yang terus melandai dalam beberapa bulan terakhir sebagian besar dipicu oleh penurunan harga bahan bakar global. Tidak hanya AS, beberapa negara besar seperti China juga mengalami kondisi serupa. Hal ini tentu saja menjadi kabar cukup melegakan bagi masyarakat dunia yang selama beberapa bulan terakhir terus dibayangi oleh lonjakan inflasi.
Baca juga: Indonesia Terancam Inflasi? Inilah 4 Pilihan Investasi Saat Inflasi Tinggi
Dolar Ambruk di Pair-Pair Mayor
Rilis data inflasi yang meleset dari perkiraan tak pelak memantik fluktuasi pasar Forex. Dolar AS melemah terhadap semua mata uang mayor terutama Dolar Komoditas. Pair AUD/USD dam NZD/USD melonjak lebih dari 2 persen, sementara USD/CAD jeblok 0.84 persen. USD/JPY dilaporkan merosot hingga 2 persen lebih, begitu pula dengan kurs Dolar AS terhadap Franc Swiss yang terjun ke level terendah sejak bulan April.
"(Penurunan inflasi) ini mungkin kabar baik bagi trader forex, tercermin dari munculnya pergerakan besar pasca rilis data yang mengindikasikan kemungkinan kelanjutan harga di sana," ungkap Edward Moya, analis senior OANDA dalam sebuah catatan.
Sejumlah analis memperkirakan perlambatan inflasi AS tidak serta merta akan membuat The Fed mengubah jadwal kenaikan suku bunga pada pertemuan bulan depan. Namun, bank sentral AS tersebut diyakini akan mempertimbangkan untuk mengurangi besaran rate hike dari 75 bps menjadi 50 bps.