Dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia jadi pasar menggiurkan untuk produk syariah, tak terkecuali investasi syariah baik legal maupun abal-abal.
Dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, menjadikan Indonesia pasar yang gemuk untuk produk syariah, tak terkecuali investasi syariah. Dengan mengusung tema klasik anti riba, produk syariah seolah mendapat "endorse" terbaik untuk masuk dalam urutan atas di benak calon investor. Yang paling mudah dan praktis untuk dijalankan adalah produk investasi properti berlabel syariah.
Ada yang benar, namun ada juga yang bodong. Yang bodong ini adalah musuh bersama, baik musuh masyarakat awam maupun musuh pebisnis syariah sendiri. Investasi syariah bodong ini patut dihindari karena telah merusak citra produk syariah di masyarakat. Agar tak terjebak, ada baiknya kita selidiki: Apa sebenarnya yang menjadikan investasi syariah bodong banyak diminati sebelum ketahuan belangnya?
Dosa Investasi Syariah Bodong: Menggiring Sisi Relijius Dengan Slogan Yang "Provokatif"
Ambil contoh saja produk investasi dalam bentuk penjualan produk properti syariah. Bahasa pemasaran anti riba, dengan dukungan dalil-dalil larangan riba, anti bank, anti akad batil telah membius banyak masyarakat. Akibatnya, orang-orang yang awam langsung merasa bahwa apa yang dilakukan banyak bisnis selama ini adalah dosa dan langsung membuka diri pada investasi "syariah" tanpa berpikir panjang.
Kalo sudah sisi reliji yang disentuh, seringkali akal, logika dan pengetahuan dikesampingkan. Contohnya sederhana. Jika ada yang menjual proyek, baru sebatas gambar ilustrasi dengan tambahan gaya promosi seperti diatas, apalagi kalo sampai menggandeng tokoh agama, maka seringkali masyarakat seperti kerbau dicocok hidungnya dan percaya.
Artis A yang alim dan terkenal saja sudah ikut, masa saya nggak ikut?
Padahal, bukankah prinsip hati-hati, cek dan ricek itu penting? Jika malas riset dan hanya pasrah. Lalu ketika terjadi penipuan dianggap sebagai takdir, tak heran jika penipuan berkedok investasi syariah semakin menjamur di Indonesia.
(Baca Juga: Stop Investasi Bodong, Ikuti 5 Cara Ini)
Masyarakat Mudah Tergiur Penawaran Yang Bombastis
Sebenarnya tak perlu bombastis. Produk yang ditawarkan asalkan lebih praktis dan bisa menjawab kerisauan selama ini maka akan cepat diserap masyarakat, tanpa cek yang macam-macam. Misalnya saja, beli rumah dengan angsuran. Diangsur suka-suka, tanpa BI checking, cukup KTP KK, tanpa sita, tanpa denda, tanpa penalty dan sebagainya. Jika ditanya lokasinya maka Anda akan diantar melihat lahan yang memang sudah disiapkan biar Anda yakin. Padahal dibalik itu semua, ada banyak aspek yang mesti diperhatikan.
Agar tidak jadi korban, ini yang perlu diperhatikan saat membeli produk syariah:
1. Pastikan Produk Atau Proyeknya Berijin
Setiap produk yang dijual di Indonesia, apakah barang maupun jasa, ada ijinnya. Apalagi jika itu produk investasi. Proyek properti tidak masuk jenis jasa investasi tapi lebih ke arah jual beli. Jika Anda tertarik untuk membeli properti yang berlabel syariah maka pastikan:
- Developernya terkenal, jika tidak terkenal tanyakan saja legalitas proyeknya
- Legalitas yang perlu ditanyakan yang paling utama adalah terkait status sertifikat (punya siapa) dan IMB
- Jika bingung cek, tanya saja notarisnya siapa, datangi dan tanyakan legalitasnya
- Jika tidak mau ribet, pancing saja dengan pertanyaan "Bisa KPR nggak?" Jika tidak bisa dengan alasan apapun (termasuk alasan syariah), Anda patut waspada karena kalau bisa KPR artinya aman, karena bank akan cek semua legalitas proyek tersebut.
(Baca Juga: Cara Memilih Pinjaman KPR Agar Tidak Mencekik)
2. Cek Wajar Tidak Penawaran Produknya
Untuk melihat kewajaran penawaran sebuah produk investasi atau misalnya tawaran untuk membeli property syariah, Anda bisa membandingkan dengan produk sejenis atau produk lainnya dalam kelas dan wilayah pemasaran yang sama. Jika beda jauh, maka perlu curiga. Makin bombastis, apalagi jika sampai membawa tokoh tertentu, maka Anda mesti lebih jeli lagi ceknya. Ada apakah gerangan di balik itu? Normalnya bisnis itu mencari keuntungan, jika tawarannya tak masuk akal maka keuntungan yang didapat juga tak wajar alias berpotensi "bodong".
Jadi kesimpulan dari ulasan diatas adalah bahwa masyarakat mudah tergoda dengan iming-iming produk yang bombastis dengan sentuhan psikologis maupun reliji mereka. Diluar itu, masyarakat juga enggan lebih jauh meneliti produk yang akan dibelinya, apalagi jika produk itu member kemudahan dan berlabel syariah. Hal ini yang mesti jadi pembelajaran bersama agar model investasi syariah bodong bisa dihentikan dimasyarakat. Apalagi, membeli properti itu tidak murah, dan butuh strategi menabung yang benar agar impian jadi nyata.