Harga minyak dunia tertekan seiring turunnya proyeksi ekonomi China. Namun, menurut sejumah ahli, harga minyak masih didukung sejumlah faktor.
Harga minyak dunia dibuka melemah pada perdagangan hari Senin (19/Januari). Harga minyak mentah Brent terpantau turun 0.83 persen pada kisaran $75.60-an per barel, sedangkan minyak mentah AS berada di kisaran $71.08 per barel atau melemah 0.73 persen dari harga open harian.
Beberapa bank besar di seluruh dunia baru-baru ini menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi (GDP) China untuk tahun 2023. Perkiraan tersebut awalnya berada di kisaran 5.5-6.3 persen, namun kemudian direvisi menjadi 5.1-5.7 persen saja.
Penurunan ini tak lepas dari rilis data ekonomi pada bulan Mei yang menunjukkan bahwa China semakin kehilangan momentum pada paruh kedua Q2. Padahal, perekonomian sempat mengalami percepatan pada awal tahun berkat penangguhan kebijakan COVID.
Beberapa bank mayor kompak menurunkan proyeksi pertumbuhan China. Beberapa diantaranya adalah Nomura, UBS, Standard Chartered, Bank of America, dan JPMorgan. Baru-baru ini, Goldman Sachs juga ikut menurunkan estimasi dari 6% menjadi 5.4%.
Dilansir dari Reuters, China diperkirakan menambah stimulus untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi yang terus melambat. Menurut beberapa analis, stimulus yang dikeluarkan Beijing akan ditargetkan pada permintaan di sektor konsumen dan swasta.
Harga Minyak Didukung Pengurangan Pasokan
Menurut beberapa ahli, dampak dari prospek perlambatan China terhadap harga minyak kemungkinan hanya bersifat sementara. Harga minyak masih berpotensi menguat karena dukungan beberapa faktor seperti penurunan pasokan minyak.
Menurut laporan dari perusahaan energi Baker Hughes, jumlah kilang minyak di Amerika Serikat telah turun sebanyak 8 menjadi 687 hingga 16 Juni, mencapai level terendah sejak April 2022. Selain itu, Arab Saudi masih berencana untuk mengurangi produksi pada bulan Juli mendatang.
Jika rencana ini terealisasi, pasokan minyak akan semakin terbatas setelah OPEC+ memangkas produksi sebesar 1,6 juta barel per hari pada bulan Mei.
Ditambah lagi, permintaan minyak AS terpantau meningkat jelang liburan musim panas.
"Kami melihat muncul tanda-tanda terjadi kenaikan permintaan bensin hingga mencapai 9.24 juta bph. Meningkatnya permintaan minyak terjadi karena banyak warga AS melakukan perjalanan menggunakan kendaraan untuk berpergian selama liburan musim panas," kata analis ANZ dalam sebuah catatan.