Dolar AS menguat signifikan karena didukung oleh sentimen penghindaran risiko. Saat ini, investor tengah mengkhawatirkan risiko resesi global.
Indeks Dolar AS (DXY) diperdagangkan pada kisaran 105.12 atau menguat 0.03 persen secara harian pada Kamis (30/Juni) pagi. Tangguhnya greenback sebagian besar didukung oleh meningkatnya permintaan safe haven di tengah ancaman resesi global.
Sebagai informasi, rilis data Keyakinan Konsumen AS terbaru menunjukkan kemerosotan hingga di 98.7. Patokan optimisme untuk data tersebut ada di level 100, sehingga pencapaian di bawah 100 mencerminkan sikap pesimisme. Kondisi suram semakin diperburuk oleh data bulan sebelumnya yang direvisi turun dari 106.4 menjadi 103.2.
Memburuknya tingkat kepercayaan konsumen AS bisa menjadi sinyal dini resesi di bulan-bulan mendatang. Di satu sisi, perlambatan ekonomi akan menghambat langkah The Fed melakukan rate hike dan menahan reli Dolar. Namun di sisi lain, kegelisahan pasar membuat sentimen risiko memudar dan memilih Dolar sebagai safe haven. Pertimbangan-pertimbangan tersebut membuat penguatan Dolar saat ini diliputi ketidakpastian.
Risiko Resesi Tak Hanya Membayangi The Fed
Terlepas dari risiko resesi terhadap pergerakan Dolar AS, The Fed bukanlah satu-satunya bank sentral yang prospek kenaikan suku bunganya terpengaruh oleh kekhawatiran pasar. ECB selaku bank sentral Eropa juga rentan terdampak oleh ancaman resesi, meski baru-baru ini menyatakan siap menaikkan suku bunga. Alhasil, pair EUR/USD pun rontok dari kisaran 1.06 menjadi 1.05.
Bank Sentral Eropa (ECB) telah berulang kali mengatakan rencana kenaikan suku bunga kemungkinan besar akan dilakukan pada bulan Juli dan September. Namun, pidato terbaru dari Christine Lagarde justru membuat pasar gamang. Pasalnya, Presiden ECB tersebut tidak memberikan petunjuk apapun perihal rencana rate hike ECB. Malahan, ia menegaskan jika kebijakan bank sentral selanjutnya akan sangat bergantung pada kondisi ekonomi kawasan terkini.
"... Kami menyakini sikap ECB ke depannya tetap akan lebih dovish dibanding bank sentral negara maju lainnya (G10) hingga mereka menyelesaikan masalah fragmentasi," kata Athanasios Vamvakidis, Kepala Strategi Forex Global di Bank of America Merrill Lynch.
Menurut Vamvakidis, Euro tahun ini akan berada pada kisaran 1.05 dan baru akan menguat ke 1.13 di tahun 2023. Sementara di tahun 2024, Euro ia proyeksikan dapat mencapai kisaran 1.20.