Harga minyak masih kokoh jelang pertemuan OPEC. Namun, sejumlah analis masih ragu akan kelanjutan reli minyak.
Harga minyak mentah mencapai level tertinggi dalam 3 bulan terakhir berkat adanya prospek pengetatan pasokan minyak. Pada hari Selasa (1 Agustus), Brent dan WTI mengalami sedikit koreksi, namun tetap berada di level yang tinggi yaitu $85.29 dan $81.51 per barel.
Perlu diketahui bahwa harga minyak mengalami kenaikan bulanan terbesar sejak Januari 2022 setelah mengalami reli selama lima pekan berturut-turut. Adanya rencana perpanjangan pemotongan output oleh Saudi hingga bulan depan berpotensi mendorong harga minyak untuk menguat lebih lanjut.
Analis dari Australian National Bank (NAB) menyatakan bahwa harga minyak berpeluang mencapai level tertinggi sepanjang tahun 2023 menjelang pertemuan para menteri OPEC+ yang akan berlangsung pada hari Jumat mendatang.
"Pertemuan OPEC pada pekan ini akan menjadi katalis potensial yang akan menentukan prospek pasokan minyak ke depan. Kami memperkirakan pemotongan output yang dilakukan Saudi akan diperpanjang sebulan lagi," kata analis NAB sebagaimana dilansir Reuters.
Di samping itu, harga minyak juga didorong oleh optimisme pasar terhadap prospek permintaan minyak di China, yang merupakan importir minyak terbesar di dunia.
Sebagai informasi, kemarin pemerintah China merilis pedoman kebijakan tambahan yang terkait dengan rencana stimulus untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Minyak Rawan Terkoreksi
Sejumlah analis meragukan kemungkinan kenaikan harga minyak dari segi teknikal. Mereka percaya bahwa minyak lebih dipengaruhi oleh pelemahan Dolar.
"Harga minyak mungkin menghadapi risiko terjadinya koreksi karena posisinya secara teknikal sudah jenuh beli (overbought) pada bulan Juli," kata Tina Teng, analis CMC Markets.
"Karena posisi dolar AS saat ini sedang melemah, maka ini (juga) menjadi momentum bagi pasar komoditas seperti minyak mentah untuk menguat," tambahnya.