Sebelum trading dalam pasar forex, Anda sebaiknya memperhatikan aspek volatilitas agar dapat memanfaatkan momentum dengan tepat. Bagaimana caranya?
Ada banyak jenis pasar yang biasanya digunakan untuk trading, mulai dari pasar komoditi, saham, obligasi, hingga forex. Namun saat ini, kebanyakan trader lebih menggandrungi pasar saham dan forex meski tidak menutup kemungkinan beberapa juga melakukan trading di pasar lainnya. Pasar saham dan forex sendiri bisa dibilang modalnya masuk akal bagi para pemula yang masih kalangan muda dan coba-coba. Namun, tahukah Anda perbedaan dari pasar saham dan forex? Ada pulakah persamaan antar keduanya?
DI
|
Daftar Isi |
Konsep Dasar Pasar Saham Dan Pasar Forex
Perbedaan paling dasar dan jelas antara pasar saham dengan pasar forex adalah tentu "benda" yang diperjualbelikan. Pasar saham tentu memperjualbelikan saham atau surat bukti kepemilikan atas suatu perusahaan, sedangkan pasar forex berisi mata uang atau valas. Perbedaan lainnya yaitu pada jam buka; pasar saham buka di waktu-waktu tertentu sesuai dengan jam buka waktu bursa, sedangkan pasar forex biasanya buka selama 24 jam non-stop. Selain itu, di dalam pasar saham, para pelaku atau investornya mendapatkan keuntungan berupa dividen, sedangkan di forex tidak ada.
Dalam segi modal, pasar saham memiliki modal yang lebih besar daripada pasar forex . Oleh sebab itu, pasar forex menjadi pasar paling digandrungi dan terbesar di seluruh dunia. Dibandingkan dengan pasar saham, pasar forex memberikan kebebasan bagi trader untuk menghendaki harga Sell atau Buy berapa pun, baik menunggu Pending Order maupun market price saat itu.
Nah di dalam pasar forex, terdapat dua istilah yang bisa memengaruhi profitabilitas trading Anda, yaitu likuiditas dan volatilitas. Sudah tahukah Anda dengan kedua istilah tersebut?
Apa Itu Likuiditas?
Likuiditas didefinisikan sebagai ukuran suatu aset keuangan untuk dikonversikan menjadi uang tunai (cash). Dalam forex, kita memang bebas menghendaki harga Sell atau Buy, tetapi bukan berarti semua pasangan mata uang diperdagangkan dengan kondisi likuiditas tinggi. Dengan demikian, ada beberapa pasangan mata uang dengan likuiditas tinggi, sementara ada pula mata uang dengan likuiditas rendah atau minim.
Sebagai contoh, pair EUR/USD jauh lebih likuid daripada EUR/TRY (Euro dengan Lira Turki) atau pasangan USD/JPY lebih likuid dari USD/IDR atau USD/MXM (Dolar dengan Peso Meksiko). Dalam forex, USD menjadi "raja" di pasar forex dan pasangan mata uang utama (major pairs). Mengapa demikian?
Ada beberapa alasan untuk itu, di antaranya karena Amerika memiliki perekonomian terbesar di dunia, sistem politik dan kondisi negara stabil, pasar keuangan paling likuid dan terbesar, serta menjadi mata uang internasional.
Ada beberapa cara untuk mengetahui likuiditas dalam pasar forex, di antaranya:
- Besarnya spread yang ditentukan oleh broker. Misalnya, spread untuk EUR/USD adalah 1 atau 2 pip, sedangkan untuk EUR/TRY adalah antara 16 sampai 20 pip.
- Besarnya volume perdagangan. Artinya, jika suatu pasangan mata uang sedikit diperdagangkan, maka likuiditas pasangan mata uang itu pun semakin rendah.
Apa Itu Volatilitas?
Dalam pasar forex, semakin tinggi likuiditasnya, maka fluktuasi dan volatilitasnya juga akan tinggi. Lantas, apa itu volatilitas?
Volatilitas adalah besarnya jarak antara fluktuasi/naik turunnya harga mata uang. Dalam trading, Anda perlu memperhatikan volatilitas untuk mengetahui range pergerakan harga dan merealisasikan strategi trading yang sesuai agar memperoleh profit maksimal. Jika pergerakan harganya berada dalam range sempit (choppy), tentu Anda tidak bisa merealisasikan strategi trading tersebut, sehingga profit juga tak bisa tercapai.
Volatilitas sendiri dibedakan menjadi dua jenis, yaitu volatilitas historis dan sisipan. Volatilitas historis adalah pengukuran dari Price Action normal dalam suatu jangka waktu atau periode trading tertentu, sementara volatilitas sisipan adalah kondisi abnormal atau Price Action masa depan.
Perlu Anda ketahui, tidak semua pasangan mata uang likuid akan selalu bergerak dengan nilai volatilitas tinggi, bahkan terkadang ada pasangan mata uang yang kurang likuid tetapi mencapai nilai volatilitas tinggi. Sebagai contoh ialah pasangan mata uang USD/JPY. Pair ini dianggap memiliki likuiditas tinggi karena sifatnya sebagai major pair, tetapi nilai volatilitas rata-ratanya lebih rendah daripada GPB/USD atau EUR/USD.
Lalu, bagaimanakah cara mengetahui nilai volatilitas itu tinggi atau rendah? Nah, untuk mengetahuinya, Anda perlu memerhatikan range pergerakan harga harian. Range pergerakan ini bahkan berbeda-beda dan akan terus berubah dari waktu ke waktu. Untuk itu, pantaulah tabel volatilitas secara berkala.
Pentingnya Memahami Likuiditas Dan Volatilitas
Pasti Anda bertanya-tanya mengapa konsep likuiditas dan volatilitas perlu dipelajari dalam trading. Jawabannya simpel saja; supaya Anda tahu kondisi pasar yang tepat, sehinggga dapat mengambil keputusan apakah sebaiknya bertrading atau tidak.
Perlu diingat pula bahwa volatilitas bisa berubah saat ada beberapa kondisi, seperti adanya rilis suatu berita fundamental tertentu. Volatilitas tinggi juga dapat terjadi karena ulah spekulan yang masuk dalam jumlah besar saat likuiditas sedang menurun. Namun, pengaruhnya tidak lama karena tidak ada trader yang bisa "menggoreng" pasar forex kecuali dengan dana sindikasi yang besar.
Likuiditas di pasar forex biasanya paling tinggi terjadi saat adanya overlap (pertemuan) antara sesi perdagangan Asia, London, dan New York. Sedangkan likuiditas paling rendah biasanya terjadi di sesi Asia dan saat penutupan sesi perdagangan New York. Untuk itu, hindari trading saat hari-hari libur terutama menjelang Natal dan Tahun Baru karena likuiditas dan volatilitas pasar forex akan sangat rendah.
Indikator Volatilitas Untuk Trading Forex
Volatilitas dalam trading itu seperti pedang bermata dua. Di satu sisi, semakin tinggi nilai volatilitas, maka semakin tinggi pula profit yang didapatkan, tetapi risikonya juga tinggi. Pepatah menyebutnya "High Risk, High Return". Di sisi lain, semakin rendah volatilitas, maka akan semakin rendah pula profit yang didapatkan, begitupun risikonya.
Seperti yang telah dijelaskan di atas, nilai volatilitas dapat berubah dari waktu ke waktu, sehingga trader perlu memantaunya secara berkala. Nah bila Anda menggunakan platform Metatrader4 atau Metatrader5, beberapa indikator teknikal berikut ini bisa Anda gunakan.
1. Bollinger Bands
Bollinger Bands alias Pita Bollinger merupakan salah satu jenis indikator teknis yang dikembangkan oleh John Bollinger sekitar tahun 1980-an. Indikator jenis ini ditampilkan dalam tiga garis: Upper, Middle, dan Lower Band. Middle Band biasanya digunakan untuk mewakili Moving Average, sedangkan dua garis lainnya (Upper dan Lower Bands) mewakili area Support dan Resistance dengan standar deviasi tertentu dari MA. Semakin besar volatilitas, semakin lebar pula jarak antar Band, begitu pun sebaliknya.
2. Average True Range (ATR)
Average True Range juga merupakan salah satu indikator teknis untuk mengukur volatilitas yang dikembangkan oleh Welles Wilder. ATR ini awalnya digunakan untuk menganalisa volatilitas harga komoditi, tetapi seiring berkembangnya waktu, bisa juga digunakan di pasar forex. Indikator ini ditampilkan dalam bentuk sub-window di bawah layar grafik harga utama.
Adapun cara kerja indikator ini yaitu semakin tinggi garis ATR pada chart, maka semakin tinggi pula ekspektasi volatilitasnya. Namun, indikator ini termasuk lagging karena dihitung berdasarkan harga historis sehingga mengurangi nilai akurasi ATR-nya. Untuk penggunaannya sendiri, indikator ATR cukup layak digunakan sebagai tool trading jangka menengah-panjang.
3. Keltner Channel
Keltner Channel merupakan salah satu indikator volatilitas yang dikembangkan oleh Chester Keltner yang kemudian disempurnakan lagi oleh Linda Bradford Raschke tahun 1980-an. Tampilan dari indikator ini mirip dengan Bollinger Bands, tetapi rumus pembuatan dan cara membacanya berbeda. Namun berdasarkan indikator penyusunnya, Keltner Channel terdiri atas indikator ATR dan EMA (Exponential Moving Average).
Adapun cara membaca volatilitas melalui indikator Keltner Channel cukup mudah. Jika harga menembus grafik harga ke atas atau ke bawah kedua pita Keltner Channel, maka dapat dipastikan volatilitas tinggi sedang terjadi. Apabila harga menembus grafik atas, maka ada potensi tren bullish. Sebaliknya tren bearish akan terjadi jika harga menembus ke bawah kedua pita Keltner Channel.
4. Parabolic Stop and Reverse (Parabolic SAR)
Parabolic SAR adalah indikator teknikal yang dikenalkan oleh J. Welles Wilder pada tahun 1978 di dalam bukunya "New Concept in Technical Trading Systems". Indikator jenis ini terkenal di kalangan trader Indonesia dan biasanya dimanfaatkan untuk mengetahui perpindahan titik sebagai sinyal jual/beli; jarang sekali dimanfaatkan sebagai indikator volatilitas.
Perpindahan titik Parabolic dari bawah ke atas dapat menjadi indikasi terjadinya tren bullish, sedangkan titik-titik dari atas ke bawah grafik harga menunjukkan terjadinya tren bearish. Bisa dikatakan juga bahwa perpindahan titik-titik tersebut menandakan keadaan pasar lebih volatil dari sebelumnya. Oleh sebab itu, trader sebaiknya menunggu beberapa titik konfirmasi dulu sebelum open posisi agar tak salah entry.
5. Indikator Momentum (Rate of Change/ROC)
Rate of Change atau ROC di Metatrader adalah indikator teknikal berbasis momentum yang mengukur perubahan harga antara harga saat ini dan harga periode sebelumnya. Nilai nol menjadi nilai acuan dalam penentuan momentum dalam ROC yang ditandai dengan pergerakan indikator wilayah positif atau negatif. Perubahan positif ke negatif ini mengisyaratkan adanya peningkatan momentum dan volatilitas pasar.
Apabila semakin positif angkanya, maka sinyal beli (Buy) akan semakin kuat. Begitu pun sebaliknya, apabila semakin negatif angkanya, maka sinyal jual (Sell) akan semakin kuat pula.
Cara Trading Forex Saat Volatilitas Sisipan Tinggi
Trading saat volatilitas tinggi memang membutuhkan nyali besar; saat berhasil profit, kita boleh berhura-hura. Namun jika loss, menangis pun rasanya tak cukup untuk mengungkapkan kekecewaan. Eits....Anda tak perlu khawatir apabila ingin trading saat volatilitas tinggi, berikut beberapa cara amannya agar terhindar dari risiko Loss.
1. Perlebar Target
Yang paling logis dilakukan saat pasar mulai tak menentu adalah melebarkan level Take Profit atau Stop Loss. Ada tiga perilaku yang ditunjukkan Price Action saat volatilitas tinggi:
- Pasar yang volatil akan menjalankan ratusan pip dalam satu arah tanpa melihat ke belakang,
- ada kemungkinan ratusan pip tersebut mengalami choppy, sehingga ada pembalikkan di setiap leg-nya, serta
- ada kemungkinan pergerakan naik turunnya sangat cepat dalam periode waktu tertentu.
Untuk itu, cara paling aman adalah menaikkan level Take Profit atau Stop Loss agar terhindar dari pergerakan harga yang tidak menentu saat kondisi pasar volatil.
2. Kecilkan Loss
Saat volatilitas tinggi dan Price Action dalam keadaan choppy, kita perlu memasang Stop Loss ketat. Langkah ini memang terkesan agak berbahaya dan berisiko, tetapi ampuh untuk mengantisipasi terjadinya risiko breakout. Teknik ini cukup layak untuk diaplikasikan pada pasar dengan volatilitas terbatas pada range tertentu.
Sebagai contoh setelah pengumuman kebijakan The Fed pada Maret 2016 lalu, pasangan mata uang EUR/USD bergerak naik turun sekitar 400-500 pip dalam beberapa sesi; batas bawahnya 1.0500 dan batas atasnya sekitar 1.1050. Akhirnya pasangan mata uang tersebut tembus sampai 1.1450! Jika kita menempatkan Order Sell dengan Stop Loss 100, 200, atau 300 pip di atas level Top, kita tentu rugi besar.
3. Turunkan Leverage
Leverage bisa digunakan untuk mencetak profit besar, tetapi berhati-hatilah karena itu juga merupakan pedang bermata tua; jika salah malah bisa menjadi senjata makan tuan! Apabila Anda melebarkan target Stop Loss, lebih baik turunkan nilai leveragenya. Agar trading aman, maka rasio margin akun juga harus sebanding.
Menurunkan leverage pun sebenarnya tidak mudah. Mayoritas broker forex enggan menurunkan leverage, kalau pun ada pasti membutuhkan proses yang lama. Oleh karena itu, langkah baiknya adalah Anda memiliki akun trading lain dengan nilai leverage lebih kecil dari sebelumnya. Anda bisa menggunakan akun tersebut khusus saat kondisi market sedang dalam volatilitas tinggi.
4. Divertisifikasi Portofolio Trading
Diversifikasi portofolio merupakan cara aman dan sangat menguntungkan saat harga sedang choppy dan volatilitas tinggi, bahkan institusi atau perusahaan besar pun melakukannya. Dalam volatilitas normal saja kita masih ragu, apalagi saat volatilitas tinggi? Untuk itu, diversifikasi portofolio bisa jadi pilihan ideal.
5. Bila Ragu, Jangan Trading
Untuk Anda yang ragu-ragu melakukan trading saat volatilitas tinggi, sebaiknya jangan dilakukan; minggir saja dan jangan memaksakan diri. Tidak ada yang salah untuk menunggu demi mencetak profit lebih bagus.