Emerging markets sering disebut dengan pasar negara berkembang. Namun, negara-negara "besar" seperti Brasil, China, dan India ternyata masih tergolong dalam emerging markets ini. Lalu, apa itu emerging markets?
Apakah Anda sudah tahu istilah emerging markets kerap muncul dalam berita-berita ekonomi? Selain dari surat kabar, istilah emerging markets juga sering dikaitkan dengan mata uang. Masyarakat menyebutnya sebagai mata uang emerging markets. Lantas, apa sebenarnya emerging markets itu? Mari kita bahas tuntas pada artikel berikut ini.
DI
|
Daftar Isi |
Definisi Emerging Markets
Istilah emerging markets merujuk pada negara-negara yang sedang bermigrasi dari ekonomi tradisional ke ekonomi yang lebih maju dari segi pendapatan per kapita. Ekonomi tradisional yang dimaksud adalah perekonomian yang bergantung pada sektor agrikultura (pertanian) dan ekspor bahan-bahan mentah. Pertumbuhan industrialisasi mereka cenderung cepat dengan mengadopsi pasar bebas atau ekonomi campuran.
Istilah emerging market sendiri pertama kali diciptakan oleh Antoine W. van Agtmael, seorang investor dari International Finance Corporation pada tahun 1981 silam. Secara singkat, emerging markets digunakan untuk menjelaskan kondisi perekonomian suatu negara berkembang yang berusaha menjadi negara maju. Oleh sebab itu, emerging markets juga sering disebut sebagai "pasar negara berkembang".
Seiring berjalannya waktu, istilah pasar negara berkembang mengalami perluasan makna. Pasar negara berkembang juga bisa didefinisikan untuk menyebut negara-negara yang muncul karena perkembangan industri dan perluasan ekonomi secara signifikan.
Alhasil, negara-negara emerging markets menjadi lebih bervariasi dan tidak terbatas pada negara-negara kecil saja. Sering dianggap sebagai negara maju, China ternyata masih termasuk dalam kategori negara emerging markets, setara dengan Tunisia dan India.
Ada lima negara emerging markets yang paling terkenal karena sering dianggap negara besar. Kelima negara tersebut dijuluki dengan sebutan BRICS: Brasil, Rusia, India, China, dan South Africa (Afrika Selatan). Sebagai informasi tambahan, Afrika Selatan tergabung dalam kategori emerging markets sejak tahun 2011 silam; paling akhir daripada empat negara lainnya.
Kelima negara BRICS tersebut pernah mengalami pertumbuhan GDP secara pesat. Sampai saat ini, mereka juga masih memiliki tingkat GDP besar dalam hal Purchasing Power Parity (PPP). Meski demikian, kelimanya masih dibayang-bayangi oleh ketidakpastian politik dan masalah utang.
Selain faktor GDP, nilai tukar mata uang domestik juga bisa menjadi tolok ukur dalam melihat kesehatan ekonomi suatu negara. Dalam konteks emerging market ini, nilai tukar mata uang domestik ditentukan melalui perbandingan dengan mata uang-mata uang utama; seperti Dolar AS (USD), Euro (EUR), Yen Jepang (JPY), dan Poundsterling Inggris (GBP).
Baca juga: Daftar Indikator Ekonomi Terpenting bagi Trader Forex
Karakteristik Emerging Markets
Jika melihat karakteristik dari negara BRICS, Anda pasti sudah bisa membayangkan benang merah yang terjalin di antara kelimanya. Ya, ada lima karakteristik emerging markets yang bisa diketahui dengan mudah, yaitu:
- Pendapatan rendah
- Pertumbuhan pesat
- Volatilitas tinggi
- Swing mata uang
- Potensi return tinggi
Kelima karakteristik tersebut berkaitan satu sama lain, yakni seperti berikut ini:
Pendapatan Rendah Mampu Memicu Pertumbuhan Pesat
Satu ciri khas dari emerging markets adalah punya pendapatan per kapita di bawah rata-rata. Jika suatu negara punya pendapatan yang rendah, maka ia akan terpacu untuk terus bertumbuh. Alhasil, pertumbuhannya cenderung sangat cepat. Para pemimpin pasar negara berkembang bersedia melakukan ekspansi ekonomi yang lebih terindustrialisasi agar mampu bertahan.
Hal ini dapat dilihat dari data pertumbuhan ekonomi negara-negara maju pada tahun 2021 (sebelum pandemi). Negara-negara seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Jerman memiliki persentase pertumbuhan ekonomi sebesar 5.4 persen, sedangkan China tumbuh lebih dari 8 persen.
Pertumbuhan Pesat Menghasilkan Volatilitas Tinggi
Karakteristik ketiga dari pasar negara berkembang adalah memiliki volatilitas tinggi sebagai hasil dari pertumbuhan pesat. Pasar negara berkembang lebih rentan terhadap fluktuasi mata uang, seperti yang melibatkan Dolar AS (USD). Pasalnya, pertumbuhan negara membutuhkan banyak modal investasi. Namun, pasar modal di negara-negara berkembang "kurang matang" daripada pasar negara maju. Hal inilah yang memicu swing mata uang cukup signifikan.
Seringkali, pasar negara berkembang tidak memiliki rekam jejak investasi asing langsung yang solid. Akhirnya, sulit untuk mendapatkan informasi tentang perusahaan yang terdaftar di pasar saham mereka.
Negara emerging markets juga rentan terhadap fluktuasi komoditas, seperti minyak mentah atau makanan. Misalnya, saat Amerika Serikat mensubsidi produksi etanol jagung pada tahun 2008, hal itu menyebabkan harga minyak dan makanan meroket. Akibatnya, terjadi kerusuhan pangan di banyak negara emerging markets.
Selain itu, ketika pemimpin pasar melakukan perubahan untuk industrialisasi, banyak sektor yang menderita. Misalnya, petani bisa kehilangan tanah untuk bercocok tanam. Lama-kelamaan, akan muncul banyak keresahan sosial, pemberontakan, dan perubahan rezim. Para investor berisiko kehilangan semuanya jika industri dinasionalisasi atau pemerintah gagal membayar utangnya.
Pertumbuhan Pesat Bisa Hasilkan Return yang Tinggi
Jika berhasil, pertumbuhan negara emerging markets dapat mengarah ke karakteristik kelima, yaitu potensi return tinggi bagi investor. Pasalnya, banyak dari negara ini yang fokus pada strategi ekspor. Mereka cenderung tidak memiliki permintaan di dalam negeri sehingga mereka memproduksi barang konsumsi dan komoditas dengan biaya yang lebih rendah untuk diekspor ke negara maju.
Perusahaan yang mendorong pertumbuhan emerging markets akan merealisasikan keuntungan sehingga harga saham jadi lebih tinggi. Artinya, return obligasi juga lebih tinggi karena menutupi risiko tambahan dari perusahaan emerging markets.
Karakteristik inilah yang cukup menarik minat investor. Namun tidak semua pasar negara berkembang adalah investasi yang bagus. Setidaknya, mereka harus memiliki sedikit utang, pasar tenaga kerja berkembang, dan pemerintah yang tidak korup.
4 Mata Uang Emerging Markets Terpopuler
Mata uang emerging markets menarik minat banyak trader dan investor karena tingginya volatilitas dan fluktuasi nilai tukar yang dramatis. Bagi trader berpengalaman yang pintar membaca peluang, fluktuasi tersebut bisa disulap menjadi profit fantastis.
Namun, tidak semua mata uang emerging markets potensial diperuntukan sebagai instrumen trading. Secara umum, hanya 4 mata uang berikut ini yang paling disukai di pasar karena bisa menjadi lahan profit alternatif menarik.
Baca Juga: Kiat Sukses Trading Dengan Volatilitas
1. Yuan China (CNY)
Yuan China (CNY) menempati posisi pertama di antara mata uang emerging markets lain yang sering ditradingkan di pasar forex. CNY sering dipasangkan dengan USD (Dolar AS). Posisinya ada di urutan kedelapan di pasar forex secara keseluruhan. China memiliki angka tenaga kerja terbesar, sekaligus menjadi eksportir mesin terbesar kedua di dunia. Inilah yang sering membuat orang salah sangka bahwa China termasuk negara maju.
Pada Maret 2018 lalu, China terlibat perang dagang dengan AS. Perang dagang ini menjadi katalis "dadakan" yang penting untuk pergerakan harganya di pasar forex. Bahkan, China sempat disinyalir membiarkan nilai tukar CNY anjlok ke level terendah vs. Greenback dalam satu dekade terakhir. Sampai saat ini, hubungan perekonomian China dengan AS masih sangat erat.
2. Rupee India (INR)
Dalam trading forex, Rupee India (INR) hanya dipasangkan dengan Dolar AS (USD/INR). Bank sentral India (RBI) memiliki kebijakan managed floating policy, yakni intervensi terhadap mata uang domestik guna mempertahankan nilai tukarnya. Jadi, dapat dikatakan bahwa nilai tukar INR tidak hanya ditentukan oleh transaksi di pasar, tetapi juga peran RBI sebagai bank sentral.
Angka GDP Negara Anak Benua ini turut menyokong fluktuasi nilai tukar Rupee. Pada pertengahan 2019, nilai GDP India mencapai USD11.468 triliun; dengan penyumbang terbesar berasal dari sektor penyedia layanan, jasa, dan ketenagakerjaan. Perekonomian India juga disokong sektor pertanian dan ekspor minyak bumi ke beberapa mitra dagangnya, seperti AS, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Hong Kong.
3. Rubel Rusia (RUB)
Biasanya, Rubel Rusia (RUB) dipasangkan dengan Euro atau Dolar AS di pasar forex. RUB sangat diistimewakan karena sifat alaminya yang sulit diprediksi, karena termasuk mata uang paling fluktuatif di dunia. Alhasil, mata uang ini menjadi favorit trader bernyali karena bisa memberikan return tinggi jika ditradingkan dengan tepat.
Dikenal sebagai negara pengekspor minyak bumi dan gas alam ke Uni Eropa, China, dan Jepang, Rusia sukses mencatat pemerolehan GDP sebesar USD4.213 triliun di tahun 2018. Selain GDP, nilai tukar RUB juga dipengaruhi oleh isu harga minyak mentah dan dampak sanksi ekonomi dari AS serta Uni Eropa. Jika dua faktor itu muncul, nilai tukar RUB akan bergerak secara dramatis.
4. Real Brasil (BRL)
Jika dibandingkan dengan mata uang emerging markets lain, Real Brasil (BRL) menempati posisi terakhir yang paling banyak ditradingkan. Sementara itu, secara keseluruhan, BRL ada di urutan ke-19 di pasar forex. Biasanya, BRL dipasangkan dengan Euro (EUR/BRL) atau Dolar AS (USD/BRL).
Sebagai emerging markets, Brasil disokong oleh sektor ekspor ke banyak mitra dagangnya, seperti China, AS, dan Argentina. Komoditas ekspor utamanya antara lain, bijih besi, kedelai, kopi, dan mobil. Dari sektor ekspor saja, GDP Negara Samba ini berhasil mencapai USD3.365 triliun di tahun 2018.
Namun, tak banyak yang tahu bahwa nilai tukar BRL sempat mencapai nilai 3.1 per USD pada Agustus 2016. Penyebabnya adalah krisis utang nasional, penurunan harga komoditas utama, serta polemik politik internal.
Baca juga: Harga Komoditas Dunia
Kesimpulan
Memilih mata uang emerging markets untuk ditradingkan sebenarnya boleh-boleh saja. Pasalnya, empat mata uang BRIC (tanpa Afrika Selatan) di atas terkenal punya perekonomian kuat meski termasuk emerging markets. Anda bisa mencoba mencari peluang profit dari fluktuasi harganya yang besar dengan risiko yang masih terkendali.
Meski fluktuasinya tinggi, mata uang BRIC tidak seliar mata uang pasar negara berkembang lain seperti Lira Turki, Peso Meksiko, maupun Rupiah. Namun, Anda wajib memperhatikan faktor-faktor pemicu pergerakan harganya karena keempat mata uang di atas punya volatilitas yang ekstrem.
Bertrading dengan mata uang emerging markets termasuk dalam trading pair eksotik. Pair eksotik sendiri adalah pasangan mata uang yang berasal dari negara-negara berkembang. Pair ini terkenal sangat "menantang", tetapi peluang profitnya menggiurkan. Anda bisa belajar cara trading pair eksotik pada artikel ini.