GDP Q4 Jepang yang dirilis hari ini dilaporkan gagal memenuhi ekspektasi ekonom. Lemahnya pertumbuhan ekonomi juga dipicu oleh merosotnya investasi bisnis.
Pada hari Selasa (14/Februari), Kantor Kabinet Jepang mempublikasikan data GDP Preliminer. Laporan tersebut menyebutkan bahwa GDP hanya tumbuh 0.6% secara tahunan (Year-over-Year) pada kuartal IV/2022. Angka ini masih lebih baik ketimbang kontraksi sebesar 1.0% pada kuartal sebelumnya yang menyelamatkan ekonomi Jepang dari resesi. Namun, jumlah tersebut gagal memenuhi ekspektasi ekonom yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2.0%.
Dalam basis kuartalan (Quarter-over-Quarter), ekonomi Jepang tercatat tumbuh sebesar 0.2% di sepanjang periode Oktober-Desember tahun lalu. Angka ini lagi-lagi berada dibawah ekspektasi 0.5%. Namun, setidaknya masih menorehkan pertumbuhan setelah merosot 0.3% pada periode sebelumnya.
Meskipun begitu, rilis data GDP Jepang pagi ini sedikit banyak membantu menopang pergerakan mata uang yen melawan dolar AS. Pair USD/JPY terpantau bergerak pada kisaran 132.08 atau melemah 0.21% secara harian. Kendati masih terus dibayangi oleh inflasi tinggi, ekonomi Jepang tahun ini diproyeksikan pulih secara bertahap setelah lepas dari pandemi.
Baca juga: Inflasi Tinggi? Ini Cara Lindungi Dana Investasi dengan Kripto
Apa Penyebab Lemahnya Pertumbuhan Ekonomi Jepang?
Perekonomian Jepang yang tumbuh lebih lemah salah satunya dipicu oleh merosotnya investasi bisnis, belanja modal dan persediaan. Belanja modal tercatat turun 0.5%, lebih buruk ketimbang forecast penurunan 0.2%.
Baca juga: Inflasi Makin Tinggi, Belanja Rumah Tangga Jepang Merosot
Di samping itu, konsumsi rumah tangga yang berkontribusi paling besar terhadap GDP hanya naik 0.5%. Ini merupakan imbas dari kenaikan biaya hidup. Rapuhnya sektor konsumsi juga dilatarbelakangi oleh ketidakpastian prospek perekonomian global yang meredupkan optimisme konsumen disana.
"Di tengah risiko resesi yang membayangi perekonomian di banyak negara maju, maka kami memperkirakan defisit neraca perdagangan akan menyeret Jepang memasuki resesi pada semester pertama, terutama disebabkan oleh investasi bisnis yang melemah lebih cepat dari yang kami perkirakan," kata Darren Tay, ekonom Jepang di Capital Economics.
Pendapat lain juga dikemukakan oleh Toru Suehiro, kepala ekonom di Daiwa Securities. Menurut Suehiro, mengacu dari data GDP periode Juli-September, pertumbuhan ekonomi kuartal IV tidak terlalu mengesankan. Ia menambahkan kita dapat mengharapkan konsumsi meningkat karena belanja di sektor jasa cukup stabil. Namun, tetap sulit memproyeksikan pertumbuhan yang kuat ditengah tekanan dari kenaikan inflasi.