Resesi semakin mendekat, apakah rencana investasi Anda sudah tepat? Bagaimana dengan prospek investasi Bitcoin? Simak ulasan lengkapnya di bawah ini.
Di tengah keterpurukan kondisi perekonomian global yang masih berusaha pulih sejak pandemi, lonjakan inflasi negara-negara besar dan memanasnya konflik Rusia-Ukraina semakin mengukuhkan bahwa resesi sudah di depan mata. Para pengamat, pejabat pemerintahan, hingga sebagian besar lembaga keuangan dunia mulai ramai membicarakan topik ancaman resesi. Bahkan, mereka juga sudah memproyeksikan tahun 2023 sebagai tahun yang gelap bagi perekonomian global.
Kenaikan ekstrem inflasi dan suku bunga acuan bank sentral di banyak negara, khususnya di AS, membuat Menteri Keuangan Sri Mulyani memprediksi bahwa perekonomian global akan mengalami resesi pada tahun depan. Tak hanya itu, ternyata Dana Moneter Internasional (IMF) juga menunjukkan kekhawatiran serupa. Mereka menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk tahun 2023, dari yang awalnya berada di angka 2.9 persen, saat ini sudah berubah menjadi 2.7 persen.
Melihat data dan kekhawatiran seperti itu, sudahkah Anda merencanakan investasi yang tepat? Bagaimana dengan peluang investasi Bitcoin pada saat resesi sudah di depan mata? Atau, jangan-jangan Anda justru harus menghindari aset berisiko seperti Bitcoin dan mata uang kripto lainnya? Inilah ulasan lengkapnya.
DI
|
Daftar Isi |
Performa Investasi Bitcoin Selama Kuartal Ketiga 2022
Merespons kondisi perekonomian global yang belum pasti, berbagai aset investasi tercatat telah tumbang selama kuartal ketiga di tahun ini. Laporan yang dirilis oleh sebuah perusahaan manajemen investasi asal Amerika, NYDIG, menunjukkan bahwa sejumlah aset tradisional seperti komoditas, obligasi, real estate, hingga saham di bursa Amerika Serikat dan Eropa mengalami penurunan, mulai dari 0.6 persen hingga 12.9 persen.
Pada gambar grafik di bawah, Anda bisa melihat bahwa penurunan terparah terjadi pada kelas aset Real Estate Investment Trusts (REIT) atau yang lebih dikenal dengan nama Dana Investasi Real Estate (DIRE). Aset yang juga kerap disebut sebagai "saham properti" ini telah mengalami penurunan sebesar 12.9 persen selama kuartal ketiga, sedangkan aset berisiko tinggi Bitcoin justru mengalami kenaikan, bahkan mengalahkan performa logam mulia dan mata uang fiat.
Meskipun pada kuartal sebelumnya Bitcoin terkoreksi parah hingga 58.6 persen, namun pada kuartal ketiga, aset yang digadang-gadang sebagai aset safe haven ini justru bergerak melawan arus dengan mencatatkan kenaikan tipis pada 3.1 persen. Ada beberapa hal yang berpengaruh besar pada pergerakan harga Bitcoin selama kuartal tiga lalu, mulai dari tingginya kenaikan suku bunga The Fed, sanksi Kemenkeu AS terhadap platform Tornado Cash, tuntutan dan tuduhan insider trading oleh Securities and Exchange Commission (SEC) kepada mantan manajer Coinbase, hingga laporan dampak lingkungan dari mining Bitcoin ataupun aset kripto lainnya oleh Gedung Putih.
Baca Juga: Dampak Kebijakan Moneter dan Makroekonomi pada Harga Bitcoin
Sebelum memutuskan untuk memilih Bitcoin sebagai aset investasi dalam menghadapi resesi, Anda perlu tahu lebih dulu kondisi perekonomian global yang sebenarnya, barulah mengkaji performa aset Bitcoin berdasarkan pada krisis sebelumnya, yaitu pandemi COVID-19.
Sekilas Tentang Resesi
Resesi merupakan istilah yang mengacu pada kondisi penurunan drastis dalam pertumbuhan ekonomi, terutama pada negara. Selain itu, resesi juga erat kaitannya dengan krisis ekonomi, di mana pertumbuhan ekonomi terus mengalami penurunan lebih dari dua kuartal berturut-turut. Menurut teori ekonomi, resesi atau krisis dapat terjadi akibat suatu wabah atau perang besar yang menyebabkan kondisi global menjadi hancur.
Penurunan pertumbuhan ekonomi ini dapat dilihat dari angka Produk Domestik Bruto atau PDB yang biasanya dijadikan indikator pengukur kondisi ekonomi. PDB sendiri dihitung dengan rumus menjumlahkan total pengeluaran konsumsi masyarakat (C), total investasi (I), total pengeluaran pemerintah (G), serta selisih ekspor dan impor (X-M), sehingga bila disingkat akan menjadi:
PDB = C+I+G+(X-M)
Dalam resesi, seringkali terjadi kondisi buruk dimana PDB turun drastis yang disebabkan turunnya produksi dan konsumsi. Berikut ini adalah contoh terjadinya resesi:
- Bayangkan jika perusahaan A sebagai produsen menjual sebuah produk, tapi karena terjadi resesi, pembelian atau konsumsi produknya menurun.
- Karena pembelian atau konsumsi masyarakat terhadap produk tersebut terus menurun, maka pendapatan perusahaan pun ikut turun.
- Setelah pendapatan menurun, salah satu langkah untuk bisa bertahan adalah mengurangi biaya. Salah satu biaya yang paling mudah dikurangi adalah tenaga kerja, sehingga biasanya berujung pada pemecatan atau PHK.
- Pemecatan terhadap karyawan secara besar-besaran, secara otomatis akan menurunkan daya beli dalam masyarakat secara menyeluruh.
- Daya beli masyarakat yang turun membuat pembelian produk perusahaan tersebut turun lagi, hingga akhirnya membuat efek yang sama berputar terus-menerus.
Kasus tersebut memang terlihat hanya dalam satu perusahaan dan mungkin tidak akan terlalu berpengaruh. Namun, sekarang coba Anda bayangkan jika kasus di atas terjadi pada mayoritas perusahaan di sebuah negara. Kondisi ini yang sedang terjadi pada beberapa negara besar, sehingga resesi global tidak mungkin bisa dihindari lagi.
Performa Bitcoin Selama Masa Pandemi COVID-19
Sudah ada beberapa penelitian yang menganalisis bagaimana dampak pandemi COVID-19 terhadap sejumlah aset kripto, terutama Bitcoin. Mayoritas hasil penelitian tersebut cenderung mengungkapkan bahwa masih terjadi pertumbuhan harga yang positif pada Bitcoin (2.71%-3.27%), Ethereum (1.43%-1.75%), Litecoin (3.2%-3.84%), dan Bitcoin Cash (1.34%-1.62%).
Baca Juga: 3 Cara Industri Kripto Melawan Coronavirus
Meski demikian, beberapa penelitian tersebut juga mengungkapkan bahwa aset kripto mengalami votalitas yang lebih tinggi selama pandemi, dibandingkan sejumlah aset pasar saham lainnya. Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bagaimana risiko investasi aset kripto yang harus dihadapi selama krisis ekonomi.
Perlu diketahui bahwa harga Bitcoin sendiri sudah turun lebih dari 70 persen sejak menyentuh harga ATH atau tertingginya pada November 2021. Belum ada kepastian apakah kondisi penurunan Bitcoin saat ini masih akan terus berlanjut atau tidak, terlebih ancaman resesi global 2023 sudah ada di depan mata.
Aset Investasi Terbaik untuk Menghadapi Resesi
Bukan lagi perkara mendapatkan keuntungan tinggi. Dalam kondisi resesi, Anda akan dituntut untuk bisa melindungi aset yang dimiliki agar tidak ikut hancur sama seperti keadaan ekonomi tersebut.
Aset kripto memang memiliki efek rebound yang tinggi bila dibandingkan kelas aset lainnya. Tetapi keputusan melakukan investasi Bitcoin yang tanpa disertai diversifikasi aset dan pemilihan momentum terbaik selama masa resesi hanya akan meningkatkan risiko penjualan seluruh aset investasi nantinya. Selain Bitcoin, Anda bisa memilih aset lain yang terbukti menguntungkan di saat krisis, seperti logam mulia, obligasi, dan beberapa saham perusahaan dengan kondisi fundamental mumpuni sebagai alternatif diversifikasi aset.
Gelombang pergerakan pasar yang belum pasti menyebabkan harga sejumlah aset dapat naik dan turun secara drastis. Anda tidak perlu terburu-buru dalam menyiapkan aset investasi untuk menghadapi resesi. Sebab pergerakan pasar tidak pasti diperkirakan akan masih terus terjadi hingga akhir tahun, sehingga Anda memiliki cukup waktu untuk lebih selektif dalam menganalisa aset investasi yang pas. Dan satu lagi, jangan lupa untuk menggunakan strategi Dollar Cost Averaging saat berinvestasi Bitcoin, maupun kelas aset lainnya.